DARI POJOK MENTENG

[Advertorial] Filariasis, Kenali dan Cegah Penularannya

"Berbeda dengan penyakit DBD atau Malaria yang hanya ditularkan oleh satu jenis nyamuk tertentu, penyakit kaki gajah dapat ditularkan oleh semua jenis nyamuk"

Paul M Nuh

[Advertorial] Filariasis, Kenali dan Cegah Penularannya
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/19/Filariasis_01.png

Filariasis atau yang yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit kaki gajah masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia, karena baik anak-anak maupun dewasa, baik pria maupun wanita, semua bisa tertular penyakit kaki gajah.

Filariasis disebabkan oleh tiga spesies cacing Filaria, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, yang ditularkan dengan perantaraan nyamuk sebagai vektornya. Berbeda dengan penyakit DBD atau Malaria yang hanya ditularkan oleh satu jenis nyamuk tertentu, penyakit kaki gajah dapat ditularkan oleh semua jenis nyamuk, baik genus Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres.

“Semua jenis nyamuk bisa membawa parasit mikrofilaria ini,” jelas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis (P2TVZ) Kemenkes RI, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Dsc.

Penyakit kaki gajah ditularkan saat seekor nyamuk menghisap darah seseorang yang mengandung anak cacing Filaria yang disebut mikrofilaria, menjadi parasit di dalam tubuh nyamuk selama lebih kurang dua minggu dan berubah menjadi larva L3. Saat nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang lain, larva L3 tersebut masuk ke dalam tubuh orang tersebut, tumbuh dan berkembang selama berbulan-bulan menjadi cacing Filaria dewasa di dalam pembuluh dan kelenjar getah bening (kelanja limfa) manusia. Berbulan-bulan kemudian, cacing filaria dewasa mampu menghasilkan cacing-cacing kecil mikrofilaria yang beredar aktif di peredaran darah tepi pada waktu malam hari, namun saat siang hari mikrofilaria berada di kapiler darah organ dalam.

“Itulah sebabnya mengapa survey darah jari yang dilakukan di di daerah endemis dilakukan selalu pada malam hari,” tambah dr. Jane.

Penyakit kaki gajah pada fase klinis akut ditandai dengan gejala demam berulang selama 3-5 hari, hilang bila cukup istirahat namun dapat timbul kembali setelah bekerja berat. 

Fase kronis penyakit kaki gajah dibagi menjadi beberapa stadium:

  • Stadium I ditandai bengkak pada anggota tubuh hilang saat bangun pagi, tidak ada lipatan kulit (masih halus), dan kulit yang bengkak tetap cekung setelah ditekan selama beberapa detik (pitting edema); 
  • Stadium II gejala bengkak pada anggota tubuh tidak hilang saat bangun pagi, tidak ada lipatan kulit (masih halus) dan pitting edema; 
  • Stadium III ditandai bengkak menetap, lipatan kulit dangkal, kulit masih halus dan normal, non pitting edema; 
  • Stadium IV ditandai bengkak menetap, lipatan kulit dangkal, dan ada benjolan (nodul) di kulit; Stadium V ditandai bengkak menetap dan membesar, lipatan kulit dalam dan ada nodul di kulit; 
  • Stadium VI ditandai bengkak menetap dan membesar, lipatan kulit dangkal dan dalam, mossy foot gambaran seperti berlumut; serta Stadium VII ditandai bengkak menetap dan membesar, lipatan kulit dalam, nodul-nodul, mossy foot, dan penderita tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari.

“Penyakit kaki gajah ini bersifat menahun (kronis), bila tidak mendapat pengobatan, akan menimbulkan kecacatan yang menetap seumur hidup, misalnya berupa bengkak atau pembesaran di beberapa anggota tubuh misalnya kaki, lengan, atau buah zakar (skrotum),” jelasnya.

Seseorang yang menderita penyakit kaki gajah (Filariasis) akan berdampak pada psikologis penderita dan keluarganya, misalnya disembunyikan oleh keluarga atau sengaja menyembunyikan diri. Penderita tidak dapat bekerja secara optimal, hidupnya bergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.

“Meski telah menyelesaikan pengobatan, pembengkakan yang dialami sebagian besar penderita tidak dapat disembuhkan (bersifat menetap). Penderita dan keluarga penderita penyakit kaki gajah harus bisa dan mampu mencegah dan membatasi kecacatan secara mandiri agar tidak bertambah parah,” tandasnya.

Beberapa penatalaksanaan kasus filariasis mandiri antara lain, mencuci bagian tubuh yang bengkak dengan air bersih dan sabun, memberi salep antibiotik/antijamur sesuai indikasi, meninggikan bagian yang mengalami pembengkakkan, menggerakkan bagian yang bengkak agar peredaran darah tetap lancar, dan memakai alas kaki atau pakaian yang adjustable (tidak ketat).

sumber: Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI 

  • kemenkes

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!