HEADLINE

Faisal Basri: Bentuk Kementerian Investasi dan Ekspor, Bukan Solusi

Faisal Basri: Bentuk Kementerian Investasi dan Ekspor, Bukan Solusi

KBR, Jakarta- Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik rencana Presiden Terpilih Joko Widodo yang akan membentuk kementerian baru yaitu Investasi dan Ekspor. Pembentukan kementerian baru bukan solusi yang tepat.

"Jadi yang perlu diperkuat bukan membentuk kementerian Investasi dan atau Ekspor, mungkin digabung juga kementerian ekspor dan investasi begitu, jadi misleading-nya kuadrat gitu. Melainkan menteri teknis yang menghasilkan barang tiga itu: pertanian, pertambangan, dan manufaktur diperkokoh. Jadi kementerian produksinya yang diperkokoh. Kalau produksinya naik otomatis ekspornya juga naik," kata Faisal ditemui usai mengisi acara diskusi "Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat untuk Memperkuat Ekspor dan Neraca Perdagangan" di Kedai Tempo, Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Sebelumnya, Jokowi berulangkali memaparkan rencana hendak membentuk kementerian baru yang mengurusi Investasi dan Ekspor, termasuk saat menerima kehadiran pemimpin redaksi media massa nasional pada Rabu (14/8/2019) di Istana Merdeka, Jakarta. "Akan ada nomenklatur kementerian. Ada kementerian yang ditiadakan, ada yang dilebur dengan kementerian lain," ujar Jokowi.

Terkait pembentukan kementerian baru yang mengurusi Investasi dan Ekspor, hal itu berlatarbelakang kekesalan Jokowi karena realisasi kedua hal itu yang akhir-akhir ini cenderung rendah.

Faisal menambahkan, untuk menangani investasi dan ekspor seharusnya ditilik secara menyeluruh sampai ke hulu. "Masalah dua hal itu sebenarnya bersumber pada produksi dan konsumsi di dalam negeri. Sebab jika produksi naik dan konsumsi dalam negeri tetap, maka ekspor otomatis ekspor akan naik," ujarnya.

Editor: Fadli Gaper 

  • kementerian baru
  • nomenklatur kementerian

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!