DARI POJOK MENTENG

Menulis untuk Telinga [8]

"Yang penting, jangan sampai pengantar begitu membosankan sehingga sebelum berita disiarkan pendengar sudah mematikan radionya. Sekadar pegangan, yang terpendek adalah pengantar satu kalimat, kira-kira lima detik; terpanjang, harus kurang dari setengah men"

KBR68H

Menulis untuk Telinga [8]
Buku Menulis untuk Telinga, Mervin Block, penerbit KBR68H dan MDLF, penyunting Bambang Bujono, jurnalisme penyiaran

IV. Tujuh Kesalahan Pengantar


PENDENGAR tak selalu mendengarkan berita dari awal. Itu sebabnya berita radio disusun sederhana, dengan kalimat sederhana, agar pendengar yang tak mengikuti dari awal setidaknya bisa menangkap sepotong berita itu. Kemudian terserah pendengar, akan mengikuti terus berita itu karena menganggap penting topik beritanya, atau tidak. Dalam hal ini berita radio mengandalkan pada penulisan berita yang baik, seperti diuraikan dalam tiga bab terdahulu, untuk memikat pendengar agar terus mendengarkan.


Akan halnya untuk pendengar yang mengikuti berita dari awal, redaksi berita radio tak hanya mengandalkan pedoman penulisan yang baik. Redaksi mempunyai peluang untuk tak membiarkan pendengar pindah gelombang. Peluang itu ada pada pengantar atau disebut juga lead-in atau intro, yang dibacakan oleh penyiar sebelum membacakan beritanya. Karena itu penulisan pengantar harus diupayakan sedemikian rupa untuk merebut dan memikat pendengar agar mendengarkan berita radio yang akan disiarkan.


Sebuah pengantar yang baik boleh dikatakan telah merebut 50% perhatian pendengar— selebihnya tergantung beritanya. Pengantar bisa dikatakan berfungsi sebagai promosi beritanya, sebagai iklan. Namun, “iklan” ini harus jujur, tak seperti umumnya iklan yang lebih indah daripada warna aslinya, atau asal menarik perhatian, relevan atau tak relevan dengan yang diiklankan. Penulis pengantar mau tak mau harus menemukan hal yang menarik atau bermanfaat atau sesuatu yang eksklusif atau apa pun dari berita yang hendak diantarkannya, yang kira-kira membuat pendengar akan terus mendengarkan. Hal atau hal-hal itulah yang dijadikan bahan pengantar.


Bukan hanya itu; bila sebuah berita tanpa konteks, tugas pengantarlah untuk menjelaskan konteksnya. Misalnya sebuah berita hanya merupakan reportase antrean BBM di sebuah pompa bensin sepanjang 4 km di Lampung. Penulis berita hanya merangkum keluh-kesah para sopir truk dan bus yang antre, dan keterangan pihak pompa bensin bahwa jatah BBM dikurangi hingga 40%. Dalam hal seperti ini pengantar bisa menceritakan latar belakang kenapa antrean ini terjadi. Umpamanya pengantar bisa menceritakan keharusan Pertamina menghemat BBM, karena makin banyak BBM dikeluarkan makin besar Pertamina menalangi subsidi. Soalnya, dana subsidi dari pemerintah datang belakangan. Pengurangan pasokan juga untuk mencegah “penimbunan” BBM. Masalahnya, kenapa masyarakat yang dikorbankan, kenapa pemerintah tak mencari jalan keluar agar masyarakat tak dirugikan? (Catatan: bila pengantar mempertanyakan soal itu, berita harus memberikan jawabannya; bila tidak, pengantar tak perlu mempersoalkannya.)


Bagaimana bila penulis pengantar tak juga menemukan hal yang menarik dari beritanya, bahkan tak juga paham sebenarnya berita yang harus diantarkannya ini tentang apa? Ini tergantung kebijakan stasiun radio masing-masing. Cara paling mudah, kembalikan berita itu kepada penulisnya, ganti dengan berita lain.


Biarpun mirip iklan, pengantar tak bisa mengabaikan unsur-unsur berita (5W+1H: apa, di mana, kapan, siapa, kenapa, dan bagaimana). Namun, berbeda dengan intro berita surat kabar yang biasanya menumpuk unsur-unsur tadi di alinea-alinea awal, yang perlu segera disampaikan di pengantar berita radio hanyalah unsur di mana (peristiwa yang diberitakan ini terjadi), selain apa (yang sebenarnya terjadi). Sebab, pendengar akan lebih mudah memahami dan mengingat sebuah peristiwa bila lokasi kejadian diketahui. Unsur yang lain lebih baik disajikan dalam beritanya, agar pengantar tak dipenuhi keterangan. Apalagi soal kapan, tak perlu ditegaskan, karena diasumsikan bahwa radio selalu memberitakan peristiwa terbaru.


Sesuai pembagian berita radio, ada dua jenis pengantar: untuk berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news, yang biasanya berbentuk features dan menekankan segi-segi human interest). Yang untuk berita keras, selain perlu menginformasikan lokasi di mana peristiwa itu terjadi, juga harus menyampaikan pentingnya berita itu disiarkan. Pengantar untuk features lebih susah. Selain harus juga mengandung dua

hal dalam pengantar hard news yang sudah disebutkan, dalam pengantar features mesti ada sesuatu yang lain yang bisa menjual features yang akan dibacakan. Umumnya, reportase yang dramatis, prestasi luar biasa seseorang, termasuk yang bisa menjual. Jam terbang seorang penulislah yang bisa memberikan “pedoman” pengantar untuk features.


Agar menarik pendengar, berapa panjang pengantar sebaiknya ditulis? Yang penting, jangan sampai pengantar begitu membosankan sehingga sebelum berita disiarkan pendengar sudah mematikan radionya. Sekadar pegangan, yang terpendek adalah pengantar satu kalimat, kira-kira lima detik; terpanjang, harus kurang dari setengah menit, taruhlah sekitar 20 detik.


Berikut tujuh hal yang harus dihindarkan dari pengantar.

Baca juga:

Menulis untuk Telinga 1 

Menulis untuk Telinga 2 

Menulis untuk Telinga 3

Menulis untuk Telinga 4

Menulis untuk Telinga 5 

Menulis untuk Telinga 6 

Menulis untuk Telinga 7 

Menulis untuk Telinga 8 

Menulis untuk Telinga 9 

Menulis untuk Telinga 10 

Menulis untuk Telinga 11 

Menulis untuk Telinga 12  

  • Buku Menulis untuk Telinga
  • Mervin Block
  • penerbit KBR68H dan MDLF
  • penyunting Bambang Bujono
  • jurnalisme penyiaran
  • menulisuntuktelinga

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!