DARI POJOK MENTENG

Menulis untuk Telinga [12]

Menulis untuk Telinga [12]

VII. Tancap Gas dari Awal


Gampang memang memulai tulisan seperti ini:


Hari ini pemerintah terus mengupayakan agar nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menguat kembali.


Hingga pagi ini masih belum diketahui dengan pasti berapa persen harga BBM akan dinaikkan.


6 Juni mendatang masa tugas Anggota Komite Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, akan berakhir.


Aparat kepolisian daerah Provinsi Sulawesi Tengah, saat ini telah menahan 13 orang yang diduga terlibat aksi pemboman di Pasar Induk Tentena.


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, Jumat besok akan mulai memanggil sejumlah bekas pejabat tinggi militer yang diduga menjadi pelaku penculikan 14 aktivis.


Bandingkan dengan ini:


Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hari ini naik 2% karena

pemerintah menghapuskan bea masuk impor kedelai dari Amerika. Inilah salah satu upaya pemerintah menguatkan nilai tukar rupiah.


Polisi menggerebek penimbunan BBM di kawasan pantai di Tangerang pagi tadi. Menurut seorang ekonom dari Universitas Indonesia, orang terdorong berspekulasi menimbun BBM karena sampai hari ini pemerintah belum tahu berapa persen harga BBM harus dinaikkan.


Seorang tokoh vokal dan dikenal jujur menjadi calon utama untuk memimpin Komite Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, periode berikutnya. Diharapkan tokoh ini bakal meningkatkan prestasi lembaga penting dalam persaingan bisnis di Indonesia ini.


Sebagian pihak memuji, sebagian yang lain mengkritik. Ini sehubungan

dengan kerja polisi menangkap dan langsung menahan 13 orang yang diduga terlibat aksi pemboman di Pasar Induk Tentena. Yang memuji bilang, itu agar polisi tak kecolongan. Yang mengkritik menyatakan kekhawatiran terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.


Kasus penculikan 14 aktivis yang sudah tujuh tahun tak juga terungkapkan, kemungkinan besar akan mulai terbuka. Mulai hari ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang sudah memiliki bukti-bukti kuat akan memintai keterangan dari mereka yang diduga pelakunya, yang sebagian adalah bekas pejabat militer. Berikut wawancara kami dengan ketua Komisi hak Asasi Manusia tentang bukti-bukti itu.


Pada contoh pertama, kelima intro itu terasa kurang bertenaga karena pokok berita yang hendak disampaikan belum tergambar. Mungkin penulis intro sengaja menunda pokok berita untuk memberikan kejutan. Bila ini soalnya, penulis intro mesti memilih kalimat yang bertenaga (lihat bab-bab sebelumnya). Kemungkinan yang lebih buruk, bahan untuk pokok berita memang tak ada. Bila demikian, para wartawan radio ini kurang

gigih mengejar dan mewawancarai sumber berita.


Intro menentukan kekuatan laju tulisan. Intro yang lemah mengisyaratkan tulisan akan berjalan tertatih-tatih, intro yang kuat memikat pendengar untuk terus mendengarkan karena laju kalimat demi kalimat yang mengena. 


Yang kuat ini bukan hanya soal kalimat, melainkan juga soal “isi”. Seperti sudah disinggung, intro seyogyanya sudah menyiapkan pendengar bahwa mereka akan mendapatkan informasi berita penting. Bahwa kemudian ada pendengar yang terus mendengarkan, ada yang tidak, pendengar memang merdeka menentukannya. Yang penting, berita Anda memenuhi kaidah berita yang baik dan dibawakan secara menarik.


Pada bab-bab terdahulu di sana-sini sudah disinggung

bagaimana sebaiknya sebuah intro. Berikut daftar hal-hal yang

membuat buruk intro Anda.


- Kata kerja yang Anda gunakan kata kerja keterangan (adalah, ialah, yaitu)

- Menggunakan kata benda abstrak (kata berimbuhan ke-an atau pe/per-an) daripada kata kerja aktif (Terjadi penembakan di Poso lemah dibandingkan Seseorang ditembak di Poso)

- Menggunakan kalimat pasif

- Menyebutkan hal yang terpenting belakangan

- Bagian berita yang penting tak cepat ditangkap karena ada dalam kalimat yang beranak-cucu

- Menumpuk semua informasi di satu kalimat panjang.


Seringkali pendengar melewatkan berita dan informasi penting hanya karena intro berita itu tidak memikat karena kurang tenaga. Kredibilitas radio Anda akan menurun, jumlah pendengar menurun, padahal liputan berita Anda eksklusif dan lengkap.


Bila Anda sudah tancap gas sejak awal, untuk menjaga kekuatan berita, beberapa hal perlu diperhatikan.


Jangan sampai kutipan tidak jelas sumbernya. Menurut sebuah sumber bukan saja bahasa ini klise, juga mencerminkan kemalasan peliputan—hampir semua informasi berita diperoleh dari sumber, jadi siapa yang Anda kutip itu?


Ada kalanya nama-nama sumber disebutkan, namun membingungkan siapa sumber itu, dan kutipan yang dibacakan penyiar datang dari dia atau sumber lain yang juga disebutkan namanya dalam berita tersebut. Contoh berikut diambil dari Writing Broadcast News Shorter, Sharper, Stronger.


“Bila Anda tak berkunjung ke sini tahun ini ketika saya membutuhkan Anda, saya tak akan mengunjungi negaramu tahun depan.” Itulah kata-kata Presiden Reagan kepada Presiden Mikhail Gorbachev. Reagan tak ingin Gorbachev datang di AS September ini. Katanya, itu terlalu dekat dengan pemilihan anggota Kongres bulan November.


Mendengar kalimat pertama yang berupa kutipan itu, pendengar pasti bertanya-tanya siapa Anda dan siapa pula saya. Ketika nama Reagan disebutkan, pendengar mulai menduga-duga, Reagan ini adalah saya. Tapi begitu nama Gorbachev pun dibaca oleh penyiar, tak semua pendengar bisa dengan tangkas merekonstruksi yang baru saja ia dengar dengan yang sudah lewat. Dan pendengar (di Amerika Serikat yang lebih mengenal Bali daripada Indonesia), bertanya-tanya pula Gorbachev ini presiden negara mana.


Andai saja Presiden Reagan disebutkan terlebih dahulu, kemudian baru kata Reagan, pendengar langsung mendapatkan gambaran siapa berbicara kepada siapa. Berbeda dengan membaca, mendengarkan sebuah kutipan baru kemudian mendengar nama pemilik kata-kata itu akan cenderung menyebabkan kebingungan. Dan harus segera dikatakan Gorbachev adalah presiden Uni Soviet.


Menjaga kekuatan berita juga menjaga jangan sampai terlalu banyak keterangan waktu. Berita radio cenderung menyebutkan peristiwa terjadi hari ini. Begitu menceritakan duduk perkara terjadinya peristiwa itu, berjibunlah keterangan waktu yang lain: beberapa hari sebelumnya, sepekan lagi, kemarin malam dan lain-lain. Selain keterangan waktu kurang berguna (kecuali memang perlu), ini menyebabkan pendengar sibuk menyusun gambaran secara kronologis yang tentu saja melelahkan. Sayang, berita radio tak mungkin meniru media cetak yang bisa

menghadirkan timeline dan infografik.


Juga, hindari pemakaian kata-kata tak bermakna. Ini berita baru terang boleh dibuang jauh-jauh, karena yang disiarkan radio pastilah berita baru bila tidak pastilah ada masalah dengan kriteria berita di radio Anda. Mengatakan bahwa kesedihan menimpa para keluarga korban tsunami juga sangat tidak perlu. Melaporkan kegembiraan para pendukung Persipura, kesebelasan yang mengalahkan Persija, juga tak ada gunanya. Laporkan saja yang terjadi, bukannya mengubahnya dengan kata-kata sifat dengan alasan agar berita lebih ringkas. Benar bahwa berita sebaiknya lebih ringkas, tapi bukan dengan cara menumpuk kata-kata sifat yang tidak memberikan gambaran peristiwanya.


Jangan pula menyembunyikan tokoh berita. Anda harus menyebutkan mereka atau dia yang menjadi berita secara jelas, apakah dia seorang dewasa, pria atau perempuan, dan jangan lupa menyebutkan kaitan antara dia dan peristiwa yang melibatkannya.


Merangkai kata-kata seolah hendak mengadunya dalam sebuah lomba, bisa membuat puyeng pendengar.


Misalnya sebuah stasiun radio menyajikan profil sebuah sekolah unggulan. Sekolah ini memang nomor satu dari segala sisi. Prestasi siswanya, peralatan belajarnya, koleksi perpustakaannya, pelajaran ekstrakurikulernya, kualitas guru-gurunya, kenyamanan kelas-kelasnya, kelengkapan laboratoriumnya ... dan seterusnya.


Setelah penyiar menyebutkan subyek yang diprofilkan, silakan Anda baca lagi. Ternyata semua informasi itu bukan berita; tak satu pun yang meyakinkan pendengar bahwa itulah yang menyebabkan sekolah itu nomor satu. Itu hanya deretan kata-kata yang saling berlomba untuk tampil.


Terakhir soal cuaca. Bukan hanya dalam features, dalam hardnews pun penulis berita suka menyebutkan suasana untuk menambah warna. Pagi yang cerah, siang yang terik, sore hari itu benar-benar sendu, malam yang sepi ... dan lain sebagainya.


Semua itu termasuk kata-kata kosong tak bermakna. Seharusnya penulis langsung menggambarkan cerah itu seperti apa. Misalnya, Pagi itu rimbun pepohonan pun tak terlihat buram. Lampu-lampu kamar tak lagi berguna, cukup dengan membuka jendela lebar-lebar dan semua terlihat jelas.


Contoh-contoh ini semua bisa berguna bisa tidak. Menulis, bukan pekerjaan menambah dua tambah tiga sama dengan lima. Unsur dalam tulisan bukan hanya sebiji angka dan sebiji angka yang lain. Posisi sebuah kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang sama memberikan konotasi berbeda. Pada akhirnya keterampilan menulis berita terserah pada diri masing-masing. Pada aktivitasnya mendengarkan radio lain, membaca media cetak dan buku-buku, menghadiri diskusi dan seminar, menonton teater dan film, mengunjungi daerah-daerah penting dan lain sebagainya. Namun jalan lempang mengasah keterampilan menulis hanyalah menulis dan menulis, dan selalu mengoreksi kesalahan-kesalahan lewat oto kritik, dan oto kritik bisa makin berarti bila Anda cukup kaya dengan acuan. 


Buku ini salah satu yang bisa dijadikan acuan itu, kecuali Anda punya alasan mencampakkannya dan itu demi pendengar radio Anda. Di luar alasan tersebut, Anda akan kehilangan peluang untuk bisa menulis dengan lebih ringkas, lebih tajam, lebih kuat.


*** SELESAI, KEMBALI KE AWAL ***

Baca juga:

Menulis untuk Telinga 1 

Menulis untuk Telinga 2 

Menulis untuk Telinga 3

Menulis untuk Telinga 4

Menulis untuk Telinga 5 

Menulis untuk Telinga 6 

Menulis untuk Telinga 7 

Menulis untuk Telinga 8 

Menulis untuk Telinga 9 

Menulis untuk Telinga 10 

Menulis untuk Telinga 11 

Menulis untuk Telinga 12  

  • Buku Menulis untuk Telinga
  • Mervin Block
  • penerbit KBR68H dan MDLF
  • penyunting Bambang Bujono
  • jurnalisme penyiaran
  • menulisuntuktelinga

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!