DARI POJOK MENTENG

[Advertorial] JICA Dukung Pelaksanaan Model Sharoushi di Indonesia

"Program kemitraan ini bertujuan untuk mengadopsi model Sharoushi, yang telah dikembangkan sendiri oleh Jepang"

[Advertorial] JICA Dukung Pelaksanaan Model Sharoushi di Indonesia
DJSN, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, serta JICA Indonesia menandatangani dokumen kesepakatan program kemitraan

Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial di Indonesia, JICA melaksanakan program kemitraan ‘Peningkatan Kapasitas Pelaksanaan Jaminan Sosial, pada September 2017, yang akan berlangsung selama 3 tahun. Untuk itu, penandatanganan dokumen kesepakatan program tersebut telah ditandatangani pada 16 Juni 2017 oleh Ketua DJSN, Sigit Priohutomo, Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJS Ketenagakerjaan, Sumarjono, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mundiharno, serta Pimpinan Kantor JICA Indonesia, Ando Naoki.

red

(kiri ke kanan) Sumarjono, Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJS Ketenagakerjaan; dr. Sigit Priohutomo, Ketua DJSN; Ando Naoki, Pimpinan Kantor JICA Indonesia; Mundiharno, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan. 

 

Program kemitraan ini bertujuan untuk mengadopsi model Sharoushi, yang telah dikembangkan sendiri oleh Jepang, untuk memperluas cakupan kepesertaan sistem jaminan sosial serta memperbaiki mekanisme akusisi iuran kepesertaan. Bagi JICA program ini merupakan program kemitraan pertama untuk bidang sistem jaminan sosial.

 

“Belajar dari pengalaman Jepang dengan tingkat cakupan kepesertaan sistem jaminan sosial yang tinggi, kami berharap dengan adanya program kemitraan ini, jumlah cakupan kepesertaan di Indonesia dapat ditingkatkan, sehingga dapat menekan biaya administrasi dan mampu mewujudkan sistem jaminan sosial yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia,“ ujar Ando Naoki, Pimpinan Kantor JICA Indonesia, pada kata sambutannya.

 

Di Indonesia, sampai dengan tahun 2019, 80% dari pekerja sektor formal dan 5% dari pekerja sektor in-formal ditargetkan untuk mengikuti sistem jaminan ketenagakerjaan. Namun hingga Oktober 2015 hanya 37% pekerja formal serta 0.4% pekerja in-formal yang baru mengikuti sistem jaminan ini. Untuk itu perluasan cakupan kepesertaan sistem jaminan ketenagakerjaan merupakan agenda yang sangat penting di Indonesia. Untuk sistem jaminan kesehatan, sampai tahun 2019 ditargetkan seluruh penduduk Indonesia masuk sebagai peserta sistem jaminan ini. Namun, Indonesia masih menghadapi rendahnya tingkat pertumbuhan cakupan kepesertaan karena masih banyak penduduk Indonesia yang belum mengetahui dan memahami betapa pentingnya sistem jaminan ini.

 

“Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menyadari betapa pentingnya pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Untuk itu, pelaksanaan sistem jaminan sosial merupakan langkah awal pertama untuk mencapai asyarakat yang stabil dan adil, “ lanjut Ando Naoki.

 

Pada Mei 2016, JICA bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan, Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Jepang (MHLW) dan Federasi Sharoushi Jepang, telah melaksanakan program pelatihan di Jepang yang diikuti beberapa pejabat tinggi Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dalam mendukung perluasan cakupan kepersertaan serta akuisisi iuran kepesertaan bagi sistem jaminan sosial. Pada pelatihan tersebut diperkenalkan mekanisme sistem jaminan sosial di Jepang baik terkait implementasi serta mekanisme akuisisi iuran. Berpijak dari hasil pelatihan tersebut telah dilakukan pilot project di Indonesia yang dimulai pada Oktober 2016. Dimana dalam pelaksanan pilot project ini dibantu oleh para tenaga ahli yang dikirim dari MHLW Jepang dan Federasi Sharoushi Jepang. Adapun Program kemitraan telah disepakati untuk dilaksanakan selama 3 tahun ke depan ini, merupakan respon terhadap usulan dari pihak Pemerintah Indonesia.

  • JICA

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!