NASIONAL

DPR Usul DMO Batubara Pakai Skema Gotong Royong, APBI: Kami Ikut Asalkan...

""Pasokan dalam negeri batu bara kan cuma 25 persen. Jadi, skemanya ini kita tunggu sih. Balik lagi, kalau skemanya itu bisa fair bagi semua pelaku usaha dan tidak merugikan PLN pasokan akan lancar.""

Ilustrasi: Batu bara di kawasan Dermaga Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumsel. Sela
Ilustrasi: Batu bara di kawasan Dermaga Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumsel. Selasa (4/01/22). (Foto: Antara/ Nova Wahyudi)

KBR, Jakarta— Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) bersedia mengikuti kebijakan yang akan diambil oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR terkait dibentuknya entitas khusus domestic market obligation (DMO) batubara menggunakan skema gotong royong.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan perusahaan batu bara di bawah naungan APBI menyambut baik rencana tersebut, selama memberikan keadilan bagi pelaku usaha dan PT PLN (Persero) serta diberlakukan merata di seluruh produsen batu bara.

"Pasokan dalam negeri batu bara kan cuma 25 persen. Jadi, skemanya ini kita tunggu. Balik lagi, kalau skemanya fair bagi semua pelaku usaha dan tidak merugikan PLN, ya pasokan akan lancar. Mau bentuknya apa, entitas khusus mau apa, kita menanggapi skema yang terbaik itu bisa memberikan keadilan bagi semua pelaku usaha dan tidak merugikan PLN. Itu kita pasti support, kita ikut aja," katanya kepada KBR, Jumat (18/2/2022).

Baca Juga:
DPR Usulkan Skema Gotong Royong, PLN Bisa Beli Batu Bara Pakai Harga US$70 Per Ton
Luhut Tuntut Komitmen Negara Maju Danai Transisi Energi di Indonesia

Hendra mengatakan, pelaku usaha tidak keberatan jika setiap perusahaan dibebankan membayar iuran untuk menutupi selisih antara harga pasar batu bara dengan domestik dari harga patokan DMO sebesar US$70 per ton. Skema gotong royong berupa iuran itu diharapkan dapat mengurangi beban PLN dan tidak merugikan pelaku usaha.

Namun demikian, Hendra mengingatkan, tidak semua produsen dapat menghasilkan batu bara sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan PLN. Spesifikasi batu bara untuk kebutuhan PLN memiliki acuan kalori sebesar 6.322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulfur 0,8 persen, ash 15 persen, dan Free on Board (BOD) Vessel. Sisanya, merupakan batu bara dengan kalori tinggi dan lebih rendah dari spesifikasi acuan itu. Hal inilah yang membuat beberapa produsen batu bara tidak bisa memasok ke PLN.

"Jadi nggak semua penambang bisa disalahkan. Penambangnya nggak patuh? Ada yang patuh gitu. Tapi bagaimana saya jual ke PLN, kalau nggak ada stoknya. Padahal kita harus ikut DMO. Tapi ada juga yang benar-benar nggak patuh. Tapi kan nggak semuanya gitu. Banyak yang patuh, meski terjadi selisih harga seperti itu. Tapi dimana-mana kalau ada selisih harga seperti itu pasti rentan. Ya sama lah kejadiannya dengan minyak goreng karena selisih itu." sambungnya.

Hendra mengatakan produsen batu bara di Indonesia mampu menghasilkan 250 juta ton batu bara yang sesuai dengan spesifikasi acuan dari PLN. Sementara, PLN hanya membutuhkan 120 juta ton untuk Pembakit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Editor: Agus Luqman

  • batu bara
  • DMO
  • BLU Batu bara
  • kinerja ekspor-impor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!