INTERNASIONAL

TKI Erwiana Ceritakan Nasibnya di Forum Masyarakat Sipil Asia Pasifik

TKI Erwiana Ceritakan Nasibnya di Forum Masyarakat Sipil Asia Pasifik

KBR,Thailand - Para aktivis perempuan dari negara-negara Asia Pasifik pada Jumat (14/11) bertemu di Bangkok, Thailand. Ini merupakan pertemuan LSM Perempuan  membahas kondisi perempuan di negara-negara Asia Pasifik. Pertemuan dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan konvensi perempuan Beijing+20. 


Salah satu buruh migran Indonesia, yang pernah menjadi korban kekerasan majikannya di Hongkong, Erwiana Sulistyaningsih memberikan testimoni dalam pembukaan pertemuan yang dilakukan di Gedung United Nation Convention Center  di Bangkok. 


Erwiana memutuskan untuk terus memperjuangkan haknya karena telah didukung oleh masyarakat dan gerakan perempuan di Indonesia. 


“Ketika kasus itu terjadi, 5000 orang Indonesia kemudian turun ke jalan. Setelah mereka mendapatkan informasi yang saya alami melalui Facebook. Saya merasakan bagaimana masyarakat sipil kemudian melakukan pembelaan hingga kasus saya akan disidangkan pada Desember 2014 nanti,” ujar Erwiana.   


Erwiana merupakan buruh migran yang bekerja di Hongkong dan kemudian mendapatkan penyiksaan dari majikan. Ia disiksa sampai kemudian bisa pulang ke Indonesia. Kasus Erwiana kemudian mendapatkan pembelaan dari organisasi buruh migran seperti dari ATKI (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia).


“Kasus yang saya alami ini merupakan kasus yang kesekian kali yang dialami buruh migran di Indonesia. Agen TKI yang tidak bertanggung yang menyebabkan saya kemudian menjadi korban kekerasan,” ujar Erwiana.


Selain Erwiana, sejumlah perempuan lain juga memberikan testimoni yaitu perempuan korban kekerasan di beberapa negara yang kemudian memperjuangkan nasibnya.


Kate Lappin dari Asia Pacific Forum on Women, Law and Development menyatakan pertemuan para aktivis perempuan dan organisasi masyarakat ini dilakukan untuk memperjuangkan akses bagi perempuan. 


Selama ini ada berbagai persoalan yang dialami antarnegara seperti persoalan perubahan iklim,  perdagangan anak dan buruh migran karena kurangnya akses bagi perempuan.  Sejumlah perempuan di negara-negara kemudian juga mengalami miskinnya akses terhadap tanah, air dan minimnya akses pengetahuan.


“Masyarakat sipil perlu untuk berbicara pada negara karena ini merupakan bagian dari demokrasi, dimana masyarakat mempunyai suara yang harus didengar oleh pemerintah.”


Pertemuan ini merupakan pertemuan NGO perempuan yang dihadiri lebih dari 100 delegasi negara-negara Asia Pasifik yang merupakan anggota PBB. Beijing+20 merupakan konvensi perempuan negara-negara anggota PBB yang sudah dideklarasikan di tahun 1995.


Editor: Antonius Eko 

  

  • TKI
  • erwiana
  • hong kong

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!