BERITA

Memastikan Kesetaraan Gender dalam Pendidikan di Indonesia

Aika Renata

Memastikan Kesetaraan Gender dalam Pendidikan di Indonesia
Siswa Sekolah Menengah Atas sedang mengikuti lomba desain batik di Karanganyar, Jateng. Foto: Karanganyar.go.id

KBR, Jakarta- Indonesia dinilai telah berhasil meningkatkan kesetaraan gender dalam pendidikan, sesuai komitmen Tujuan Pembangunan Millennium atau Millennium Development Goals (MDGs).

Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Suharti mengatakan hal itu tercapai berkat penyediaan akses yang adil bagi anak laki-laki dan perempuan, termasuk meningkatkan prestasi dan hasil belajar mereka. 

Lebih jauh Suharti menjelaskan pada umumnya kesetaraan gender telah tercapai pada semua jenjang pendidikan, termasuk juga dalam hal literasi kelompok muda Indonesia (usia antara 15-24 tahun). Kesuksesan ini tercapai berkat kombinasi dari serangkaian kebijakan pendidikan yang efektif dan investasi pendidikan pada tingkat nasional yang berhasil memperluas ketersediaan sekolah di daerah pedesaan dan menurunkan biaya sekolah.

Menurut dia, pertisipasi perempuan di tingkat nasional sudah sebanyak laki-laki meskipun belum bisa merata di beberapa daerah. Meskipun demikian, Suharti mengakui masih terjadinya bias gender semisal proses belajar mengajar yang belum responsif gender. 


"Tingkat partisipasi sudah terpenuhi 100 persen, malah lebih sedikit. Memang di bidang pendidikan kita agak terlambat mengupas isu gender, kita baru mulai tahun 2003/2004. Baru dari situ kita mulai telisik lebih lanjut bagaimana pencapaian partisipasi laki-laki dan perempuan. Adakah terjadi bias gender dalam program pendidikan, materi pembelajaran, dan sebagainya," ujar Suharti dalam perbincangan Bidik Jitu KBR pada Rabu (02/11/2016) lalu.


"Masih banyak memang buku-buku yang stereotype- lah, misalnya anak laki-laki bantu ayah bekerja. Anak perempuan bantu ibu di dapur, ke pasar," lanjutnya. Oleh karena itu, Suharti menambahkan Kemdikbud melaksanakan berbagai pelatihan untuk penulis dan penerbit untuk memastikan buku materi sekolah tidak bias gender.


Sementara itu, Pegiat Pendidikan, Najelaa Shihab menyatakan masih banyak permasalahan pendidikan terkait kesetaraan gender semisal prestasi dan kesempatan lapangan kerja. Hal ini, kata dia, bisa dicegah sejak dini dengan membentuk sistem sekolah yang mendukung kesetaraan gender. "Kadang-kadang kita tidak sensitif terhadap perbedaan gender, sehingga buta dengan perbedaan gender. Padahal, antara laki-laki dan perempuan memang ada faktor bawaan yang berbeda sehingga punya kebutuhan yang berbeda, kemampuan yang berbeda, kesiapan yang berbeda, cara pikir berbeda," pungkas Najelaa.


Studi yang dilakukan oleh Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia menyebutkan sejumlah tantangan dalam menjaga dan meningkatkan kesataraan gender di bidang pendidikan. Salah satu tantangannya adalah karena belum ada regenerasi pelopor di bidang ini.

Menurut Senior Advisor for Knowledge Management and Communication ACDP Indonesia, Totok Amin Soefijanto, kebijakan pemerintah turut andil menyebabkan sistem pendidikan di Indonesia tidak peka terhadap kesetaraan gender. Kata dia, banyak kebijakan yang seolah-olah netral tapi sesungguhnya tidak menguntungkan bagi kaum perempuan. 

"Kebijakan-kebijakan ini dibuat oleh Kementerian Agama dan Kemendikbud. Ini yang menentukan 213 ribu sekolah dan madrasah seluruh Indonesia. Dari sisi kepemimpinan sekolah, kepala sekolah SD perempuan cenderung meningkat. Tapi di tingkat SMP dan SMA, jumlah kepsek perempuan menurun. Tidak perlu sampai 50 persen tapi paling tidak perlu ada upaya peningkatan porsi kepemimpinan perempuan di institusi pendidikan," ujar Totok.


Totok menambahkan peran orang dewasa di sekitar anak sangat besar untuk menumbuhkan pemahaman kesetaraan gender, terutama orang tua, guru, dan tokoh-tokoh pendidikan. (Mlk) 

  • ACDP
  • Ruang Publik
  • ruang publik
  • pendidikan
  • Kesetaraan Gender

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!