BERITA

Studi Menunjukkan Larangan Hukuman Fisik Tekan Angka Perkelahian Remaja

"Remaja akan lebih jarang terlibat perkelahian, jika mereka tinggal di negara-negara yang melarang orangtua memukul atau menampar anak sebagai hukuman atas perilaku buruk anak."

Pricilia Indah Pratiwi

Studi Menunjukkan Larangan Hukuman Fisik Tekan Angka Perkelahian Remaja
Ilustrasi (Foto: AlanYe / CC BY-NC-SA)

KBR - Sebuah studi internasional menunjukan remaja akan lebih jarang terlibat perkelahian, jika mereka tinggal di negara-negara yang melarang orangtua memukul atau menampar anak sebagai hukuman atas perilaku buruk.

Peneliti memeriksa data lebih dari 403 ribu remaja di 88 negara di dunia. Secara keseluruhan, negara yang melarang hukuman fisik di rumah dan sekolah memiliki tingkat perkelahian 42 persen lebih rendah pada anak perempuan, dan 69 persen lebih rendah pada anak laki-laki, dibanding negara yang tidak menerapkan larangan.

"Anak-anak meniru perilaku orangtua mereka," kata penulis utama, Frank Elgar, seorang peneliti di McGill University di Montreal.

"Hukuman fisik mengajarkan anak-anak bahwa kekuatan fisik adalah cara yang dapat diterima untuk mengubah perilaku seseorang. Ini pelajaran yang kuat yang membawa mereka melalui hubungan sosial mereka sendiri di kemudian hari, termasuk gaya pengasuhan mereka sendiri, bahkan kekerasan pria terhadap perempuan," jelas Elgar melalui surat elektronik.

Dilansir dari Channel News Asia, Selasa (16/10/2018), penelitian fokus ke kebijakan pemerintah dan bukan pada pendekatan individual orangtua dengan anak. Hasil studi menunjukkan, kecilnya hukuman fisik di tingkat nasional bisa membuat remaja cenderung terlibat dalam perkelahian fisik.

Para peneliti memperkirakan, 17 persen remaja di seluruh dunia mengalami hukuman fisik di rumah atau di sekolah dalam sebulan terakhir.

Hukuman fisik biasanya dimaksudkan untuk menyebabkan rasa sakit tetapi tidak melukai anak-anak secara fisik. Para pendukung berpendapat bahwa itu tidak berbahaya atau bahkan bermanfaat bagi kesehatan jangka panjang. Namun, praktik ini telah dikaitkan dengan perilaku agresif, masalah kesehatan mental, dan tantangan akademik dan kognitif.

Untuk mengetahui apakah larangan nasional dapat mempengaruhi tingkat kekerasan remaja di seluruh dunia, para peneliti mengambil data dari dua survei perilaku remaja yang sudah berlangsung lama di 88 negara. Antara lain, Perilaku Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia pada Anak Usia Sekolah (HBSC) dan Sekolah Global Survei Kesehatan Berbasis (GSHS).

Survei mencakup pertanyaan apakah, dan seberapa sering, responden terlibat dalam pertarungan fisik selama 12 bulan terakhir.

Hasilnya, dari 88 negara, 30 negara telah menerapkan larangan penuh hukuman fisik di sekolah dan di rumah, 38 negara melarang hukuman fisik hanya untuk sekolah, sedangkan 20 negara tidak memiliki larangan.

Penelitian ini bukan eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan bagaimana kebijakan nasional soal hukuman fisik berdampak langsung pada perilaku remaja.

Andrew Riley, seorang peneliti di Oregon Health & Science University di Portland yang tidak terlibat dalam penelitian menilai, hasil penelitian ini menambah bukti yang menunjukkan paparan anak-anak terhadap kekerasan di rumah dan di sekolah dapat berdampak kuat pada perilaku remaja di kemudian hari.

"Kami tahu bahwa hukuman fisik meningkatkan risiko banyak hasil buruk di kemudian hari, seperti kekerasan interpersonal, masalah perilaku dan kesehatan mental, masalah kesehatan fisik, dan kinerja akademis yang buruk untuk beberapa nama," kata Riley melalui email.

"Efeknya mungkin paling buruk ketika praktik pengasuhan kasar dan tidak konsisten secara keseluruhan."




Editor: Nurika Manan

  • remaja
  • kekerasan
  • perkelahian

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!