INTERMEZZO

Inilah UKM Penyelamat Lingkungan

Inilah UKM Penyelamat Lingkungan
ukm, lingkungan, limbah

Tindakan sang anak membuang botol air mineral sembarangan memicu Bob Novandy untuk menciptakan lampu-lampu cantik dari botol plastik bekas. Ide ini muncul pada Agustus 2003 setelah melihat anaknya, yang saat itu baru kelas II SD, minum dan langsung membuang botolnya.


Botol plastik bekas itu kemudian dicat, diberi lampu natal dan dipasang di batang bambu, layaknya janur, sebagai penghias menjelang perayaan 17 Agustus. Sejak itu, Bob terus berkreasi menciptakan lampu-lampu hias daur ulang ini. Hanya butuh sejam bagi Bob untuk menyelesaikan satu lampu cantik. Sampai saat ini, dia sudah menciptakan ratusan model lampu.


“Selain lampion, sudah ada 200 bentuk dari botol bekas itu, antara lain saya buat lampu hias yang bentuknya kerang dan mobil-mobilan. Juga tirai kaligrafi tiga demensi,” kata Bob.


Untuk modal awal Bob hanya mengeluarkan modal sekitar 100 ribu rupiah untuk membeli peralatan sementara botol-botol plastik bekas didapatkan Bob dari para pemulung.


Semua jenis plastik minuman, galon air mineral, botol oli botol pembersih lantai, piala bekas, botol minuman dari beling, kayu atau vas bunga, hingga tutup obat pembasmi nyamuk bisa dikreasikan menjadi lampu hias. Karya pertamanya berupa lampion dari botol air mineral satu liter ini dijual ke tetangga-tetangga sekitar rumah dengan harga 20 ribu rupiah.


Bob mematok harga termurah 35 ribu rupiah per unit. Sementara lampion ukuran besar yang dilengkapi ranting warna-warni, manik-manik, dan berkelap-kelip dijual hingga harga 800 rupiah ribu per unit.


Kini hasil karya Bob ini sudah menghiasi balairung Taman Safari hingga dijual sampai Hongkong. Lampu unik ini juga menyemarakkan gedung Pemda DKI saat hari ulang tahun Jakarta 22 Juni lalu.


Saat ini semua pesanan masih dari mulut ke mulut, semua penjualan produknya tidak melalui gerai khusus. Bagi pemesan yang berminat umumnya langsung mendatangi rumahnya di Kebon Jeruk. Bob masih memendam cita-cita bisa membangun galeri untuk lebih memperkenalkan karyanya.


Bob mengistilahkan semua proses kreatifnya ini dengan nama-nama badan intelejen dunia seperti KGB (cutter, gunting, botol), FBI (fantasi budaya Indonesia), CIA (cat, inovasi, apresiasi), sementara Mossad kepanjangan dari modal sungguh sadar serta BIN (bikin indah negeriku).


Bob paling bangga dengan karyanya yang diberi nama Lentera Dwi Warna Panca Rupa, lampion ini bisa berubah wujud dalam lima bentuk. Maha karya lainnya adalah lentera deteksi gempa, lentera ini akan bergetar jika terjadi gempa.


Bob yakin karyanya ini bisa menciptakan lapangan kerja dan membuat lingkungan jadi lebih bersih.


“Dari pada kita ekspor TKI lebih baik ekspor kreasi. Jangan orang yang diekspor tapi barang. Karya ini juga bisa membuat lingkungan lebih indah. Saya ingin menjadikan lingkungan di Kebun Jeruk ini sebagai kampung lampion. Nantinya wisatawan bisa membawa yang spesial dari Jakarta,” ujar Bob.


Limbah Serabut Kelapa


Bisnis hijau sekaligus menyelamatkan lingkungan juga tengah ditekuni Elis Sulistyaningsih. Dia mengembangkan usaha serat serabut kelapa berkaret yang didukung oleh koperasi Pertanian Lestari di Cilacap, Jawa Tengah.


Elis dan teman-temannya memanfaatkan limbah serat serabut kelapa yang dipadukan dengan getah karet alam untuk kemudian dicetak menjadi aneka peralatan rumah tangga seperti jok kursi meubel, bantal guling dan kasur lipat. Kualitasnya tak kalah dengan bikinan pabrik.


Usaha ini berangkat dari keprihatinan Elis terhadap kondisi perekonomian petani karet di Cilacap bagian barat yang morat-marit. Setelah mengikuti serangkaian pelatihan di Bogor, Jawa Barat pada 2000 lalu, Elis mulai merangkul petani karet dan kelapa, serta anak putus sekolah di daerahnya untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret.


“Mereka selama ini kan selalu menjual hanya berbentuk lem, kadang begitu disadap kemudian mereka jual ke tengkulak dan sebagainya tentu saja dari sisi ekonomi itu merugikan,” papar Elis. 


Mereka kebanyakan orang desa yang mindsetnya mungkin belum secara global jadi mereka cuma sadap lalu dijual, kemudian kami bimbing mereka bahwa kita bisa menjual kebih baik lagi, bahwa tidak hanya lem yang dijual tapi dalam bentuk sheet, itu harganya bisa dua kali lipat,” tambahnya. 


Usaha ini resmi berjalan pada tahun 2007 dan sedikit demi sedikit pesanan mulai datang dari perusahaan-perusahaan meubel. Bahkan kini mereka tengah berusaha memenuhi pesanan 10 perusahaan bus swasta untuk membuat jok bus.



  • ukm
  • lingkungan
  • limbah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!