BERITA

Festival Peh Cun: Tradisi Tionghoa yang Menyatukan

Festival Peh Cun: Tradisi Tionghoa yang Menyatukan

KBR, Tangerang - Ada yang berbeda di Kali Cisadane pada Sabtu (20/6/2015) dan Minggu (21/06/2015) hari ini. Aliran kalinya bersahabat. Sungai terlihat tenang ketika menerima Bunga Mawar dan Kue Bacang yang ditaburkan. Sejak pagi perahu-perahu naga juga sudah mulai berhias di pinggir kali. Bacang dan Kue Chang yang menjadi makanan khas Tionghoa disiapkan dari pagi di pinggiran kali dengan menggunakan wadah tampah dari bambu.

Bacang, Kue Chang dan perahu naga merupakan tiga bagian dari tradisi yang tak terpisahkan di Festival Peh Cun ini. Tradisi ini tak hanya diikuti warga Tionghoa, tapi juga masyarakat umum di Tangerang. Warga ikut berpartisipasi, ada yang menjadi panitiaa acara, ada pula yang menjadikan ini sebagai upacara sejarah. Sekretaris panitia festival, Tjien Eng bercerita, bahwa festival ini tak hanya menjadi milik masyarakat Tionghoa, tapi juga seluruh masyarakat Tangerang.


"Festival ini bukan milik warga Tionghoa, festival ini milih kita semua. Tidak ada perbedaan,ini tradisi pembauran untuk bersama-sama mencintai sungai, rukun dengan lingkungan dan takwa pada Tuhan," kata Tjien Eng (21/6/2015). 



Sejarah Peh Cun


Dulu kala dalam legenda Tionghoa, Bacang dan Kue Chang ini selalu dibawa keliling dengan perahu naga untuk dan ditebarkan ke kali. Upaya ini tak lain untuk memberi makan pada perdana menteri Chu yaitu Qu Yuan (339 SM) yang meninggal dan bunuh diri setelah menceburkan ke sungai di ibukota Chu, Tiongkok.


Qu Yuan adalah seorang perdana menteri yang cinta dan setia pada negara. Namun karena raja tidak menyukainya maka Qu Yuan kemudian diusir dari ibukota Chu. Setelah diusir, ia kemudian memutuskan bunuh diri dengan menceburkan ke sungai. Banyak warga yang kemudian mencarinya dengan perahu dan memberinya makan Kue Chang. Warga Tiongkok berharap jika Perdana Menteri Qu Yuan masih hidup, maka ia bisa makan Kue Chang tersebut ketika ditebarkan ke kali.


Perayaan ini merupakan perayaan suci dan agung bagi masyarakat Tionghoa yang diperingati setiap tanggal 5 bulan 5 tahun di tahun Tiongkok.



Festival Peh Cun di Tangerang


Festival Peh Cun diperingati masyarakat Tionghoa di Indonesia. Namun, Tangerang selalu menjadi pusat dari peringatan festival ini. Dalam festival yang diadakan selama dua hari yaitu: 20 dan 22 Juni 2015 ini, dilombakan delapan perahu naga dan lomba menangkap bebek di kali.


Tjien Eng menyatakan bahwa di Tangerang, festival ini sudah dilakukan sejak tahun 1910, namun sempat terhenti di masa Orde Baru karena dilarang pemerintahan Orde Baru. Festival ini kemudian lenyap di jaman Orde Baru, padahal sejak tahun 1910 Festival Peh Cun adalah salah satu pertunjukan unjuk gigi perahu naga yang ditunggu warga.


Setelah Reformasi, mulai tahun 2000 festival kemudian bisa diselenggarakan kembali hingga sekarang. Kini, Festival Peh Cun diyakini sebagai media untuk mengajak masyarakat mencintai lingkungannya dan setia pada negara.


"Perdana menteri Qu Yan sudah mengajarkan kita untuk mencintai lingkungan dan setia pada negara,” kata Tjien Eng.


Hingga sekarang, Festival Peh Cun tak hanya menjadi tradisi yang menyatukan semua warga di Tangerang, namun pemerintah kini juga mendukung pelaksanaan festival ini. Bahkan menjadi salah satu tradisi yang ditunggu, karena masyarakat banyak yang berduyun-duyun datang di kali Cisadane, menebarkan Bacang dan Kue Chang bersama-sama. Ada juga lomba menangkap bebek dan lomba perahu naga yang bisa diikuti seluruh warga Tangerang.

“Kita semua bisa lihat, tadi berdoa saja kita lakukan secara bersama-sama, maka festivalnya juga kita lakukan bersama-sama,” ujar Petra, salah satu warga Tangerang. Kue Bacang, Kue Chang dan perahu naga menjadi bukti penyatuan itu. 


Editor: Quinawaty Pasaribu

  • Festival Peh Cun
  • Tradisi Tionghoa
  • Kali Cisadane
  • Lomba menangkap bebek
  • Perahu naga
  • petatoleransi_03Banten_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!