INTERMEZZO

Para Capres Ini Menutup Kekalahan Pemilu dengan Indah

"Inilah para politisi yang kalah pemilihan, namun sukses membangun momen puncak dalam pesta demokrasi bangsanya."

Adi Ahdiat

Para Capres Ini Menutup Kekalahan Pemilu dengan Indah
Ilustrasi. (Foto: Pexels)

Pengumuman hasil Pemilu seharusnya jadi momen yang indah dan mengharukan.

Inilah momen di mana masyarakat mendapat kepastian tentang siapa pemimpinnya selama lima tahun ke depan.

Ini jugalah momen di mana para politisi berhenti saling bersaing, dan menegaskan kembali niat gotong-royongnya untuk membangun bangsa bersama-sama.

Seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS), misalnya. Meski kalah pemilihan, para politisi di sana tetap sukses membangun momen puncak dalam pesta demokrasi bangsanya. Berikut sejumlah contohnya:


Al Gore: “Meski Tidak Setuju, Saya Menerimanya”

Dalam Pemilu AS tahun 2000, Al Gore maju sebagai Capres dari kubu Demokrat, bersaing dengan George W. Bush dari kubu Republik.

Di ujung pemilihan, Al Gore mendapat popular votes 48,4 persen, unggul tipis dari Bush yang mendapat 47,9 persen.

Namun Al Gore gagal menjadi presiden, dicurigai karena ada masalah dalam penghitungan suara electoral votes.

Dalam sistem electoral votes yang berlaku di AS, presiden tidak dipilih rakyat secara langsung, melainkan dipilih oleh lembaga-lembaga perwakilan.

Saat itu ada suara hasil electoral votes yang tidak terbaca mesin penghitung suara. Seandainya suara itu terbaca, Al Gore mungkin saja berhasil jadi presiden, mengingat dia memenangkan popular votes.

Tapi karena suara penentu itu tidak terbaca, maka George W. Bush yang keluar sebagai pemenang.

Al Gore kemudian melayangkan protes ke pengadilan Pemilu setempat, menuntut agar suara dihitung ulang suara secara manual. Tapi pengadilan menolak, dan Bush dinyatakan tetap menjadi pemenang Pemilu yang sah.

Lantas apa yang dilakukan Al Gore?

Al Gore menyampaikan pidato di televisi nasional, menyatakan selamat kepada George W. Bush atas keterpilihannya menjadi presiden.

Dalam kesempatan yang sama ia mengatakan,

Meski saya sangat tidak setuju dengan keputusan pengadilan, saya menerimanya. Saya menerima finalitas dari hasil (Pemilu) ini yang akan disahkan Senin depan di Electoral College. Dan malam ini, demi persatuan rakyat dan demokrasi kita, saya menyatakan pengakuan (kekalahan) saya,” ujarnya.


John McCain: “Jembatani Perbedaan Kita”

Dalam Pemilu AS tahun 2008, John McCain kalah dari Barrack Obama, Capres kulit hitam pertama di AS.

McCain kemudian membuat video pernyataan selamat untuk Obama, dan menyebarkannya lewat ad atau iklan digital yang disebar di media sosial seperti Twitter dan Youtube.

Ia juga menggelar pidato di hadapan para pendukungnya, menyatakan selamat lagi untuk Obama, serta berujar:

Saya mendesak semua warga Amerika yang mendukung saya, untuk bukan hanya memberi selamat kepadanya (Obama), tapi juga menawarkan niat baik untuk presiden baru kita, dan menawarkan upaya sungguh-sungguh untuk menjembatani perbedaan kita, membantu memulihkan kemakmuran kita,” tegasnya.


Hillary Clinton: “(Kekalahan) Ini Menyakitkan”

Teladan serupa juga diperlihatkan Hillary Clinton, Capres yang kalah dari Donald Trump pada Pemilu AS tahun 2016.

Setelah resmi kalah pemilihan, Hillary memublikasikan tulisan di akun Facebook-nya, berbunyi:

Tadi malam, saya memberi selamat kepada Donald Trump dan menawarkan kerja sama atas nama negara kita. Saya harap dia akan menjadi presiden yang sukses untuk semua warga Amerika.

(Kekalahan) ini menyakitkan, dan itu akan terasa dalam waktu lama.

Tetapi saya ingin Anda mengingat ini: Kami tidak pernah berkampanye untuk satu orang atau bahkan satu ajang pemilihan. Ini semua tentang negara yang kita cintai—dan tentang membangun Amerika yang penuh harapan, inklusif, dan berhati besar.

Akankah teladan semacam ini bisa kita lihat di Indonesia?

  • Pemilu
  • Pemilu 2019
  • kerusuhan pemilu
  • 22 Mei
  • Aksi 22 Mei
  • aksi22mei
  • Jokowi-Maruf Amin
  • Prabowo-Sandi
  • TKN
  • BPN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!