RUANG PUBLIK

Ini 5 Keunggulan Mobil Listrik dibanding Mobil BBM

Ini 5 Keunggulan Mobil Listrik dibanding Mobil BBM

Memasuki  2019, Presiden Joko Widodo  berencana menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengembangan industri kendaraan listrik dalam negeri. Di samping untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan, industri ini juga disebut-sebut bisa menghemat impor Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga sekitar Rp. 798 triliun.

Sehubungan dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyiapkan sejumlah insentif fiskal untuk pengembangan industri mobil listrik. Meski besarannya belum dirumuskan secara detil, Sri Mulyani menyebutkan bahwa insentif akan diberikan pada sejumlah industri terkait seperti industri baterai, charging station, serta industri komponen mobil.

Sri Mulyani juga menyatakan bahwa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm) untuk mobil listrik direncanakan lebih rendah sekitar 50% dari pajak mobil yang menggunakan BBM.

Selain pajak yang murah, berikut adalah beberapa keunggulan lain mobil listrik dibanding mobil BBM.

Mobil Listrik Lebih Hemat Energi

Tahun 2018 lalu, Unggul Priyanto, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengatakan bahwa cadangan energi fosil Indonesia sudah semakin menipis.

Sepanjang tahun 2017 Indonesia masih bisa memproduksi 949 ribu barel minyak bumi per hari. Namun di tahun 2018, batas produksinya sudah turun menjadi 773 ribu barel per hari.

Di tengah kondisi kelangkaan BBM tersebut, mobil listrik tentu bisa menjadi salah satu solusi. Menurut penelitian yang pernah dilakukan Kementerian Perindustrian, mobil listrik jenis hybrid bisa menghemat konsumsi BBM sebanyak 50%, sedangkan mobil listrik jenis plug-in hybrid bisa menghemat hingga 75% - 80%.


Ongkos Mobil Listrik Lebih Murah

Besaran ongkos untuk menjalankan mobil listrik juga lebih murah daripada mobil BBM. Hal ini pernah diteliti oleh Michael Sivak dan Brandon Schoettle dari Michigan's Research Institute.

Dalam jurnal berjudul Relative Costs of Driving Electric and Gasoline Vehicles (2018), mereka menyebutkan biaya rata-rata untuk mengoperasikan mobil listrik di Amerika Serikat adalah Rp. 6,8 juta per tahun. Jauh lebih murah dari kendaraan BBM yang rata-rata menghabiskan sekitar Rp. 15,7 juta per tahun.


Biaya Pemeliharaan Mobil Listrik Lebih Murah

Mobil listrik memiliki sistem permesinan yang lebih sederhana dibanding mobil BBM. Karena itu, biaya pemeliharaannya juga menjadi lebih murah. Pemilik mobil listrik tidak perlu mengganti oli, filter udara, fan belts, kepala silinder, ataupun mengganti busi seperti pada mobil BBM biasa.

Umumnya, perawatan yang dibutuhkan kendaraan listrik hanyalah pengecekan fisik kendaraan serta pengecekan baterai secara berkala.


Pemilik Mobil Listrik Mendapat “Hak Istimewa”

Di berbagai negara seperti Inggris, Cina, Jepang, dan Amerika Serikat, industri mobil listrik mampu berkembang cukup pesat. Hal ini salah satunya didorong oleh berbagai kebijakan pemerintah yang memberikan “hak istimewa” bagi pengguna mobil listrik.

Pemerintah California memberikan jalur khusus untuk kendaraan listrik. Pemerintah Tokyo dan India memberikan gratis parkir, dan pemerintah Barcelona bahkan menggratiskan jalan tol bagi mobil listrik.

Hal serupa juga mulai terlihat di Indonesia. Di samping rencana pemberian insentif untuk pelaku industri dan pengurangan PPnBM dari Kementerian Keuangan, PT Pertamina juga telah menyediakan charging station gratis untuk mobil listrik buatan Jepang dan Eropa.

Program charging station gratis ini diluncurkan sejak November 2018 lalu di kawasan Kuningan, Jakarta, dan masih akan berlaku hingga beberapa bulan ke depan. Menurut Direktur Utama PT Pertamina Retail, Sofyan Yusuf, fasilitas charging ini bisa mengisi daya mobil listrik dalam waktu sekitar 15 menit.

(Dari berbagai sumber)

 

  • mobil listrik
  • sri mulyani
  • Joko Widodo
  • pertamina
  • BBM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!