INDONESIA

Peraih Hadiah Nobel Kailash Satyarthi: Pria dengan Misi Besar

"Satyarthi mengatakan ia ingin melihat berdirinya Pusat Hak-hak Anak Dunia."

Ric Wasserman

Peraih Hadiah Nobel Kailash Satyarthi: Pria dengan Misi Besar
Swedia, India, Nobel Perdamaian, Khailash Satyarthi, Ric Wasserman

Hampir semua orang mengenal peraih Nobel Perdamaian tahun ini Malala Yousafzai yang berusia 17 tahun.

Tapi tidak banyak yang kenal dengan Khailash Satyarthi, yang juga dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian bersama Malala.

Komite Nobel menyatakan, keduanya dipilih tahun ini karena ini “merupakan hal penting bagi umat Hindu dan Muslim, India dan Pakistan, untuk bergabung dalam sebuah perjuangan untuk pendidikan dan melawan ekstremisme.”

Satyarthi berkunjung ke Stockholm pekan ini untuk menjelaskan cara untuk memerangi apa yang disebutnya ‘sebuah pencurian masa depan’ terhadap jutaan anak miskin di seluruh dunia, yang terpaksa harus bekerja.

Dia telah berjuang untuk hak-hak mereka selama lebih dari tiga dekade.

Dia ingat seorang anak Nepal yang ikut pawai damai yang dia pimpin, bertanya sebuah pertanyaan sederhana padanya tentang kemiskinan.

“Apakah dunia sangat miskin sehingga tidak bisa memberikan mainan atau buku dan memaksa saya untuk mengangkat senjata?”

Satyarthi percaya kalau dunia bisa membuat kemajuan dalam melindungi hak anak dengan satu cara: menyatukan upaya dalam skala global.

”Bagi saya, sebagai aktivis akar rumput biasa, saya merasa solusinya ada di lapangan, tempat asal masalah. Solusinya terletak pada masyarakat, individu, organisasi lokal, LSM lokal, yang mungkin tidak Anda atau saya ketahui, dan belum mendapat penghargaan serta diakui.”

Ia mendirikan Bachpan Bachao Andolan atau Misi Penyelamatan Anak tahun 1980.

Organisasi itu telah meyelamatkan dan merehabilitasi lebih dari 80 ribu pekerja anak.

Tapi diperkirakan ada 168 juta anak di seluruh dunia saat ini yang masih bekerja dalam kondisi yang kerap berbahaya.

Satyarthi mengatakan ia ingin melihat berdirinya Pusat Hak-hak Anak Dunia.

”Sebuah lembaga atau tempat di mana semua kelompok akar rumput berpengalaman dan punya pengetahuan akademik bisa bergabung. Dan didorong oleh LSM, pengusaha, pemerintah, badan antarpemerintah...oleh semua orang."

Renee Andersson adalah manajer Etika dan Lingkungan di Indiska, importir pakaian besar di Skandinavia.

Kata dia, pemberlakukan hukum pekerja anak hanya membantu sampai batas tertentu.

“Ketika 16 tahun lalu saya mulai mengaudit perusahaan dan pemasok kami di India dan Tiongkok dan perusahaan produksi kami yang lain, kondisinya sangat mengerikan. Bahkan untuk orang dewasa. Kami menemukan kalau hukum di India, Tiongkok dan Bangladesh hampir sama baiknya dengan hukum di Swedia, tapi hukum ini tidak dilaksakan di sana.”

Kemiskinan, kata Satyarthi, selalu dijadikan alasan dan dianggap penyebab seorang anak untuk dieksploitasi - bahkan seringkali oleh keluarganya sendiri.

Namun kata dia, kita menderita akibat berbagai jenis kemiskinan.

”Kemiskinan terletak di suatu tempat dalam diri kita. Miskin kasih sayang atau miskin tanggung jawab bersama. Mari kita satukan kasih sayang ini untuk menyatukan dunia.”
 
Transfer enam hari pengeluaran militer di negara-negara kaya bisa membuat semua anak pada tahun 2015 bisa bersekolah.

Jumlah yang sama dengan 15 persen dari uang yang dihabiskan untuk tembakau setiap tahun untuk di Amerika Serikat.

  • Swedia
  • India
  • Nobel Perdamaian
  • Khailash Satyarthi
  • Ric Wasserman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!