Aliza Brohi yang berusia 24 tahun mulai mengajar 4 tahun lalu.
Mula-mula yang diajar adalah anak dari asisten rumah tangganya, supir dan pengasuh.
Semakin lama, jumlah muridnya pun terus bertambah.
Kini sekolah gratisnya “Saving the Future” atau “Menyelamatkan Masa Depan” mengajar lebih dari 100 anak perempuan berusia 5 hingga 15 tahun.
Sekolah itu terletaknya di Desa Eido Goth di Provinsi Sindh, Pakistan.
Tapi tidak mudah untuk meyakinkan para orangtua untuk mempercayakan anak mereka sekolah ke sini.
“Jika seseorang menyediakan pendidikan gratis kepada anak perempuan maka mereka bakal langsung curiga. Semula ada 25 anak perempuan yang datang untuk belajar, lalu tidak datang lagi.”
Kedua anak Sugra Bibi bersekolah di sini.
Kata dia, ada banyak gosip yang beredar.
“Penduduk desa kami mengatakan anak-anak akan tersesat, anak-anak bakal diculik... jangan percaya mereka. Tapi saya bilang pada suami saya, saya ingin anak-anak sekolah. Jadi saya tidak akan mencegah mereka bersekolah.”
Untuk meyakinkan warga mengirimkan anak mereka sekolah, Aliza minta bantuan tetua desa, Mai Maryam.
“Saya bilang, semuanya gratis di sini. Saya datang dari rumah ke rumah bersama Aliza. Sekarang syukurlah, sudah ada banyak anak yang sekolah di sini.”
Shaheen yang berusia 10 tahun sebelumnya tidak sekolah karena terbentur masalah uang.
“Guru dan lingkungan di sini sangat baik. Saya ingin belajar terus dan mau jadi inspektur polisi nanti.”
Masyarakat tradisional Pakistan tak memandang penting pendidikan bagi anak perempuan.
Di daerah pedesaan, anak perempuan biasanya menikah sebelum mereka berusia 15 tahun.
Kurang dari 3 persen perempuan Pakistan yang bisa mengakses pendidikan yang lebih tinggi.
Setelah lulus SD, jumlah siswa perempuan akan merosot drastis.
Dana untuk mendirikan sekolah ini datang dari ayah Aliza.
Ayahnya adalah bekas direktur dari pabrik baja terbesar milik pemerintah di Pakistan.
“Saya lihat sendiri, di desa saya perempuan sangat lemah. Orang di sini menyebut diri mereka hebat dan berani. Tapi ketika saya tanya, siapa yang melahirkanmu? Jadi saya bilang pada mereka untuk mencintai dan menghargai anak perempuan seperti yang mereka lakukan terhadap anak laki-laki. Anak perempuan ini bakal menjadi ibu di bangsa ini.”
Aliza juga menggalang dana lewat jejaring sosial.
Salah satu bantuan datang dari Wakil Direktur Center for International Private Enterprise, Hammad Siddiqui.
“Lebih dari sembilan puluh anak perempuan bisa menikmati pendidikan berkat kampanye yang kami lakukan di jejaring sosial. Yang menyenangkan adalah orang-orang asing, yang tidak pernah kami temui, yang kami tidak kenal sama sekali, ikut melakukan perbuatan mulia yaitu dengan memberikan bantuan donasi kepada kami.”
Bagi Aliza, membangun kepercayan diri perempuan-perempuan remaja itu adalah prioritasnya.
“Kami ingin mendidik mereka. Sebagian besar dari mereka adalah pengemis jalanan, pembantu rumah tangga atau anak jalanan sebelum pada akhirnya bersekolah di sini. Mereka terbiasa dengan segala bentuk penganiayaan. Kami ingin menyediakan suasana lingkungan yang baik bagi mereka dan membuat mereka percaya bahwa mereka bisa memiliki masa depan yang cerah tidak bernasib sama seperti orang tua mereka.”
Sekolah Gratis untuk Anak Perempuan Pakistan
Aliza Brohi melakukan apa yang dia bisa untuk mengubah ini dengan menyediakan sekolah gratis bagi perempuan.

INDONESIA
Sabtu, 14 Des 2013 13:30 WIB

Pakistan, sekolah gratis, pendidikan untuk anak perempuan, Aliza Brohi, Shadi Khan Saif
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Bedah Prospek Emiten Energi dan EBT
Google Podcasts Ditutup Tahun Depan
Kabar Baru Jam 7
30 Provinsi Kekurangan Dokter Spesialis
Kabar Baru Jam 8