INDONESIA

Oposisi Kamboja Menuntut Pemilu Ulang

Oposisi Kamboja Menuntut Pemilu Ulang

Di Taman Kebebasan di Phnom Penh, para pengunjuk rasa berteriak “Hun Sen harus mundur”.

Srey Leap yang berusia 30 tahun datang dari Provinsi Prey Veng untuk ikut unjuk rasa.

“Perdana Menteri Hun Sen harus mundur karena di bawah kepemimpinannya rakyat Kamboja menderita. Sistem pengadilan tidak berlaku adil dan banyak terjadi penggusuran paksa  seperi di jaman Pol Pot.”

Selama berbulan-bulan oposisi CNRP mendorong dilakukannya penyelidikan independen atas penyimpangan pemilu... tapi tak ada hasilnya.

CNRP juga sudah mengirimkan petisi ke PBB dan beberapa kedutaan besar di Kamboja menuntut campur tangan internasional dalam krisis pemilu ini.

Kini oposisi punya strategi lain.

Pemimpin oposisi Sam Rainsy memulai kampanye unjuk rasa setiap hari tanpa henti untuk menuntut pemilu ulang.

Dia juga mendesak Perdana Menteri Hun Sen untuk mundur.

“Semakin lama Anda menjabat, sifat Anda akan makin seperti otoriter. Dan rakyat semakin miskin, kehilangan hutan dan hak asasinya dilanggar.”

Sampai hari ini, Amerika Serikat dan Uni Eropa belum menerima hasil pemilu Juli lalu dan meminta kedua partai menyelesaikan masalah ini.

Partai berkuasa CPP menyatakan mereka tetap membuka kesempatan bernegosiasi dengan oposisi. 

Tapi tidak akan ada pemilu ulang kata juru bicara pemerintah Phai Siphan.

“Kami tidak ingin melihat partai oposisi menggunakan perisai manusia sebagai pelindung mereka dan menggunakan darah rakyat untuk berkuasa. Kami tidak ingin melihat itu. Kita punya aturan hukum. Kita punya aturan soal pemilu. Jika mereka tidak suka, pergi saja ke majelis nasional dan lakukan amandeman Undang-undang. Tapi jangan beraksi di jalanan.”

Pemerintah menuduh demonstrasi yang digelar CNRP ilegal dan tidak akan bertanggung jawab bila terjadi sesuatu.

Sejauh ini sudah ada satu pengunjuk rasa meninggal dan beberapa orang luka-luka saat oposisi turun ke jalan tak lama setelah hasil pemilu bulan Juli diumumkan. 

Tapi analis sosial seperti Kem Ley mengatakan unjuk rasa yang berlangsung lama seperti ini bisa berdampak pada ekonomi negara itu.

“Dalam situasi ini, beberapa investor sudah beralih ke Vietnam dan Myanmar. Sedangkan investor besar lainnya sedang memantau situasi politik. Jika tidak ada solusi maka akan muncul dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi negara.”

Tapi Seng Kunthea yang berusia 36 tahun dari komunitas Borie Keyla yang tergusur berharap, oposisi bisa membawa harapan baru.

“Dulu keluarga saya hidup bahagia tapi pemerintah membuat mereka jadi menderita. Orang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Hun Sen pernah berjanji akan mengurangi kemiskinan tapi ia malah menciptakannya. Sekarang saya tidak punya rumah dan ini membuat saya menangis setiap malam.”


  • Kamboja
  • pemilu
  • CNRP
  • protes
  • Sarath Sorn

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!