INDONESIA

Konflik Berkepanjangan di Thailand Selatan

"Sebuah simposium internasional yang dihadiri komunitas pengungsi Melayu Muslim baru-baru ini digelar di Parlemen Swedia. Topik utama pembicaraan adalah perdamaian."

Konflik Berkepanjangan di Thailand Selatan
Swedia, Pattani, pengungsi, konflik, Ric Wasserman

Sebuah simposium internasional yang dihadiri komunitas pengungsi Melayu Muslim baru-baru ini digelar di Parlemen Swedia.

Dengan cepat ruangan ini terisi 100 lebih peserta -- sebagian besar berasal dari Thailand Selatan. Mereka adalah orang Melayu Muslim dan lebih suka menyebut Pattani sebagai kampung halaman.

Mehmet Kaplan adalah anggota parlemen Swedia. Ia baru-baru ini mengunjungi Thailand Selatan atau ‘the deep south’.

“Apa yang saya lihat dalam kunjungan belum lama ini adalah masyarakat yang sangat tertekan. Terutama kaum mudanya yang merasa tidak bebas dalam mengekspresikan identitas budayanya.”

Kekerasan di Pattani sudah berlangsung sejak lebih 10 tahun lalu.  Saat itu orang Thailand pertama kali berupaya memasukkan bahasa dan budayanya ke dalam komunitas Melayu Muslim di sana... tak jarang dengan kekerasan.

Sejak itu lebih dari tiga ribu orang tewas sementara ribuan lainnya melarikan diri untuk mencari suaka ke Malaysia dan Eropa.

Peserta yang hadir dalam pertemuan dengan anggota Parlemen ini adalah orang Melayu Muslim yang melarikan diri ke Swedia.

Bahkan setelah berada ratusan kilometer dari rumah, rasa takut itu tetap ada.

Tak ada yang bersedia saya wawancara. Mereka semua menjauh.  ”Tanya dia” kata seorang pria muda dan ia menunjuk Abu Yasir Fikri.

Ia adalah anggota senior kelompok separatis PULO dan tinggal di pengasingan di Swedia.

“Pada 1976 kami memutuskan bahwa tidak ada lagi cara damai untuk merebut hak-hak kami. Semua orang yang tinggal di Pattani ingin melihat sebuah negara yang merdeka. Kami juga mendiskusikan tipe otonomi tapi kami tidak punya seorang juru runding yang tepat antara kami dan pemerintah Thailand.”

Sementara itu pembunuhan terus berlangsung, yang sekarang dilakukan oleh beberapa kelompok separatis Muslim radikal. Hampir 100 ribu pasukan Thailand ditempatkan di tiga pronvisi yang ada di selatan.
 
Dr Neil Melvin dari Pusat Penelitian Perdamaian Internasional di Swedia telah meneliti konflik di provinsi itu.

Ia mengatakan fundamentalis Islam bukannya satu-satunya faktor yang berperan.

”Ada isu politik dalam bahasa, pendidikan, partisipasi dan distribusi sumber daya yang tidak selalu terkait dengan pertanyaan seputar agama. Jadi saya pikir situasi saat ini adalah campuran dari hal-hal yang terjadi, dan saya akan menambahkan bahwa di kedua sisi ada motivasi ekonomi.”

Tidak ada lagi turis dan investasi, banyak sekolah dan kuil ditutup. Dan ada kehadiran banyak anggota militer di daerah selatan. 

Jalan keluarnya kata peneliti Dr Neil Melvin adalah pemerintah harus membuat pilihan.

”Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Bisa menggabungkan selatan lebih dekat ke Thailand. Atau memberikan semacam ruang di mana masalah bahasa dan teritorial bisa berperan di Thailand.”

Pemerintah Thailand secara rahasia sudah bertemu dengan kelompok separatis bulan lalu.

Itu sebuah terobosan kata Ahmad Somboon Bualuang, bekas komisioner independen untuk komite rekonsiliasi nasional.

”Butuh jalan panjang dan sulit untuk mencapai solusi damai di Selatan. Situasi ini diperburuk kekacauan politik yang kerap terjadi di Bangkok. Bahwa Perdana Menteri Yingluck bertemu dengan gerakan separatis dan mengakui mereka, itu sangat penting dan ini bisa mendorong terjadinya dialog damai.”
 
Ada kesempatan bagi ribuan pengungsi Melayu Muslim untuk bisa kembali ke Pattani setelah pertemuan itu. 

Dan ini saatnya untuk melibatkan juru runding netral dalam proses ini kata ketua eksekutif PULO, Abu Yasir Fikri.

“Konflik ini adalah masalah politik internal. Tapi kami butuh bantuan dari luar untuk menjadi penengah yang memberi jalan keluar damai.”



  • Swedia
  • Pattani
  • pengungsi
  • konflik
  • Ric Wasserman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!