INDONESIA

Pemerkosaan Sistematis Jadi Senjata Perang di Myanmar

Pemerkosaan Sistematis Jadi Senjata Perang di Myanmar

Liga Perempuan Burma baru-baru ini merilis laporan yang mendokumentasikan lebih dari 100 korban kekerasan seksual yang dilakukan Tentara Burma sejak pemerintahan Thein Sein berkuasa.

Arr Khon dari Jaringan Perdamaian Perempuan Kachin mengatakan ia tidak kaget dengan temuan itu.

“Ini adalah pemerkosaan yang sistematis. Ini strategi sistematik untuk menciptakan mental perang di antara masyarakat etnis dan memprovokasi agar terjadi perang.”

Pemerkosaan adalah tindakan melanggar hukum di Myanmar namun tampaknya pemerkosaan secara sistematis di daerah konflik terus terjadi di seluruh negeri dan pelakunya jarang dihukum.

Konstitusi Myanmar menyatakan setiap kejahatan yang dilakukan oleh anggota militer akan diadili oleh pengadilan militer. Dan ini memberi pasukan bersenjata impunitas. 

Mi Mi Thin Aung adalah juru kampanye menentang kekerasan berbasis gender di Badan PBB urusan Dana Aktivitas Kependudukan (UNFPA).

“Kasus-kasus dari laporan Liga Perempuan Burma hanyalah puncak gunung es.  Masih banyak kasus lain yang tidak terungkap. Jadi kita tidak perlu menunggu sampai ribuan kasus telah dilaporkan.”

Pada Juni 2014, Burma menandatangani Deklarasi Komitmen untuk Mengakhiri Kekerasan Seksual Semasa Konflik.

Tapi Thin Thin Aung dari Liga Perempuan Burma mengatakan langkah ini tidak ada dampaknya di lapangan.

“Di wilayah konflik, yang ada hanya aturan tentara. Tidak ada hukum sama sekali.  Mereka yang punya senjata bisa melakukan apapun yang mereka inginkan. Hak Asasi Manusia dilanggar dan pemerintah harus mengakui kalau ini terjadi dan bersedia untuk memecahkan masalah ini.”

Dia mengatakan perempuan kerap dipersalahkan dalam kasus pemerkosaan di Burma.

“Di beberapa papan iklan yang dipasang polisi tertulis 'untuk mencegah perempuan dari pemerkosaan, harap berhati-hati dengan apa yang Anda kenakan, jangan pergi keluar pada malam hari, jangan biarkan anak perempuan Anda pergi dengan orang asing'. Kampanye ini menempatkan tanggung jawab pada perempuan. Padahal seharusnya kampanye difokuskan pada para penjahat dan menekankan untuk tidak melakukan kejahatan ini.”

Dia mengatakan pelaku kekerasan seksual harus dihukum, dan impunitas militer harus dihilangkan untuk menghentikan kejahatan seksual di daerah konflik di Myanmar.


  • Burma
  • kekerasan seksual
  • perang sipil
  • senjata
  • DVB

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!