INDONESIA

Masyarakat Adat Filipina Berjuang Melestarikan Warisan Budaya di Tengah Modernisasi

"Ini adalah festival istimewa bagi Tagbanua, salah satu kelompok adat terbesar di Filipina. Ratusan warga desa hadir di sini dengan busana tradisional mereka."

Masyarakat Adat Filipina Berjuang Melestarikan Warisan Budaya di Tengah Modernisasi
Philippines Tribe, Jofelle Tesorio and Ariel Carlos, Kabaraan, Tagbanua

Ini adalah festival istimewa bagi Tagbanua, salah satu kelompok adat terbesar di Filipina.

Ratusan warga desa hadir di sini dengan busana tradisional mereka.

“Ini adalah festival terbesar ketiga tahun ini bagi kami yang disebut ‘Kabaraan’. Ini sebagai ucapan terima kasih atau ritual pergantian tahun.”

Bagi orang Tagbanua ini adalah saat yang tepat untuk mempertontonkan budaya mereka.

Perempuan Tagbanua ini sudah menampilkan tarian adat selama bertahun-tahun.

“Saya sangat bahagia, terutama kalau ada yang menonton pertunjukan kami. Karena mereka bisa lihat kebudayaan kami. Kami tidak malu akan kebudayaan kami.”

Dia mempelajari tarian ini dari para tetua adat.

Tapi banyak anak muda dari kelompok adat ini yang tak berminat melakukannya, kata kepala desa bernama Ruben Cojamco.

“Masih ada banyak keluarga adat Tagbanua di wilayah Aborlan. Tapi yang menyedihkan adalah banyak yang tak lagi bangga sebagai orang Tagbanua. Mereka merasa malu. Tapi kami tak bisa menyalahkan mereka.”

Festival ini diharapkan bisa menarik minat anak muda.

“Dengan acara ini, seperti perayaan pergantian tahun, kami ingin mengingatkan generasi muda kalau kami punya warisan budaya yang seharusnya dibanggakan. Kami punya kebudayaan kami sendiri.”

Filipina sudah punya Undang-undang Perlidungan Hak Warga Adat yang menghargai kebudayaan adat, hak atas tanah dan pembangunan sesuai keinginan adat.

Tapi Oktober lalu, sejumlah anggota Parlemen mengajukan Undang-undang untuk membuat departemen khusus untuk menangani masyarakat adat.

Langkah ini diyakini akan lebih memperkuat hak masyarakat adat dan menyediakan institusi untuk melindungi tradisi mereka.

Tapi pemerintah lokal di Palawan telah memulai membentuk organisasi mereka sendiri.

“Kami punya Pusat Kebudayaan Palawan yang terintegrasi dengan lokakarya kesenian yang mempromosikan dan mencoba melindungi kebudayaan dari seluruh masyarakat adat; tak hanya orang Tagbanua tapi juga orang Batak dan Tau’t Batu.”

Pemerintah juga menyediakan pendampingan bagi kelompok adat untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

“Salah satunya adalah untuk membantu asosiasi. Mereka punya asosiasi di sini. Juga ada program terpisah yang berfokus pada kelompok masyarakat adat, ada yang mengurus soal budaya, ada yang soal-soal di luar budaya.”

Dan tidak semua anak-anak muda dari kelompok adat ini yang malu dengan kebudayaan mereka.

Aimee Lee adalah salah satu anggota kelompok penari muda yang menarikan tarian tradisional di dalam dan di luar negeri.

“Saya kira kami bisa membantu dengan cara mempromosikan budaya mereka. Karena rumah mereka terpencil, Anda harus meluangkan waktu untuk bertemu dan melihat tradisi mereka. Kami sebagai penari menerjemahkan tarian mereka kepada orang-orang lain yang jarang melihat kekayaan budaya seperti ini. Dengan begitu, mereka bisa punya pemahaman lebih baik soal tarian tradisional masyarakat adat.”

Aimee Lee menambahkan, mereka biasanya berkunjung dan mengamati masyarakat adat selama berhari-hari atau berminggu-minggu untuk mempelajari tarian mereka.

“Kami selalu mempertimbangkan untuk menampilkan tarian seotentik mungkin. Tapi biasanya kami memodifikasi tarian sehingga tidak mengeksploitasi budaya tradisi mereka, karena banyak kelompok adat yang ingin menjaga itu bagi mereka sendiri. Bagi kami, sebagai tanda penghormatan, kami harus mendapatkan izin dari tetua adat untuk menampilkan tarian tradisional yang sudah dimodifikasi.”

Tapi meski sudah ada upaya seperti itu, kelompok adat masih menghadapi tantangan lain.

Baru-baru ini, dalam pertemuan dengan 35 kelompok adat, para pemimpin adat mengeluhkan laporan Presiden Aquino yang tidak memasukkan agenda untuk masyarakat adat.

Mereka mengaku selalu berjuang untuk bisa menentukan nasib sendiri dan melindungi wilayah mereka

Awal bulan Desember lalu, sekelompok masyarakat adat berjalan ratusan kilometer selama 17 hari ke Manila untuk memprotes pembangunan pelabuhan yang mengusik wilayah suci mereka. Mereka bertemu Presiden Aquino untuk menyuarakan kekhawatiran mereka.

Pemimpin adat Tagbanua Ruben Cojamco mengatakan, kelompok adat mereka juga menghadapi serangkaian diskriminasi.

Mereka meminta dukungan lebih dari media.

“Saya berharap ada lebih banyak lagi artikel yang ditulis soal masyarakat adat, sehingga generasi muda yang berpendidikan akan punya minat lebih banyak untuk belajar tentang kesenian yang diwariskan dari tetua kami.”


  • Philippines Tribe
  • Jofelle Tesorio and Ariel Carlos
  • Kabaraan
  • Tagbanua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!