INDONESIA

Pengungsi Muslim Burma Masih Terlantar

Pengungsi Muslim Burma Masih Terlantar

Enam bulan berlalu sudah pasca konflik anti Muslim di kota Meikthila Burma.

Tapi hingga sekarang warga belum bisa kembali ke rumah mereka.

Dari 3000-an korban konflik, kebanyakan adalah Muslim.

Sekitar separuh pengungsi sudah direlokasi ke sebuah apartemen baru, jauh dari rumah mereka.

Sementara sisanya masih ada di kamp pengungsian – tak tahu kapan dan ke mana bakal dipindahkan.

Daw Ni Ni, 57 tahun, sudah tinggal di kamp pengungsian ini selama 6 bulan.

Ia tinggal di kamar kecil ini bersama anak perempuan dan kedua cucunya.

Ia kehilangan rumah beserta isinya dan dokumen berharga saat rumahnya terbakar akibat konflik.

Pemerintah setempat mengatakan bakal memberikan dokumen tanah baru sebagai pengganti, tapi hingga kini tak ada kabar.

“Mereka bilang akan menerbitkan surat-surat tanah kami, jadi kami pergi ke sana.”

Q: Apakan mereka akan memberikan Anda sebidang tanah?

“Mereka tidak bilang apa-apa.”

Suami Daw Ni Ni menjadi satu dari 43 korban tewas dalam kekerasan anti Muslim yang terjadi Maret lalu.

Ribuan umat Muslim diusir paksa dari rumah mereka oleh penyerang yang terdiri dari umat Buddha.

Massa penyerang lantas menghancurkan rumah, toko dan mesjid.

Putra Daw Ni Ni selamat dari kerusuhan berkat bantuan seorang laki-laki Buddha.

Daw Ni Ni mengaku tak tahan lagi menunggu bantuan dari pemerintah.

Ia ingin segera pulang.

“Sudah saatnya bagi kami untuk bangkit kembali, dengan atau tanpa bantuan dari pemerintah.”

Thin Thin Maw, 35 tahun, juga tinggal di kamp ini.

Dia kehilangan suaminya akibat konflik.

Juga semua barang, termasuk kios mi miliknya.

“Sekarang saya belum punya rencana apa pun. Tapi kalau boleh pergi, saya akan pergi. Saya tidak mau tinggal di sini.”

Sekarang putra Daw Ni Ni bekerja di toko daging milik kerabat keluarga.

Mereka ingin segera bisa keluar dari pengungsian dan memulai hidup baru.

“Sebenarnya saya tidak rela jika anak saya bekerja di sana untuk waktu lama. Tapi mau bagaimana lagi? Kami harus bersyukur dengan apa pun yang kami punya sekarang.”

Warga Meikhtila mengalami trauma berat akibat kekerasan tersebut.

13 ribu orang kehilangan tempat tinggal mereka.

Para dokter di kamp pengungsian membutuhkan bantuan konseling kata Dokter Myint Oo, Sekretaris Komite Masyarakat Etik  Kedokteran.

“Kalau bisa ada klinik dan dokter ahli jiwa, ahli terapi yang bisa membantu mereka secara pribadi maupun kelompok, untuk pemulihan mental mereka. Lewat terapi kelompok, mereka bisa saling menolong dan berbicara dari hati ke hati.”

Para pengungsi dilarang meninggalkan tempat ini... dan banyak yang merasa kamp ini seperti penjara.

Myint Oo mengatakan ini justru tak baik bagi para pengungsian.

Sebab yang diperlukan justru penghilang rasa khawatir dan cemas para pengungsi.

Dan untuk itu, ia meminta pemuka agama diperbolehkan mengunjungi mereka.
 
“Yang terpenting adalah tidak membeda-bedakan orang dan menghindari pidato-pidato yang bernada kebencian.

ThinThin Maw berharap ia bisa segera mendapat bantuan.

“Saya ingin dapat bantuan perabot rumah tangga, perkakas dapur dan peralatan untuk kios mi. Saya ingin segera meninggalkan kamp dan memulai hidup baru.”

Sampai saat ini nasib para pengungsi di kamp Meikthila tak jelas... tak tahu kapan dan ke mana mereka bakal direlokasi.

Mereka merasa seperti telah dilupakan...


  • Burma
  • Muslim
  • konflik komunal
  • pengungsi dalam negeri
  • DVB

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!