INDONESIA

Kebangkitan Teater Rakyat Tradisional Kashmir

Kebangkitan Teater Rakyat Tradisional Kashmir

Sebuah kelompok teater lokal menampilkan sebuah drama berjudul “Phir Thur” yang dalam bahasa lokal berarti ‘perubahan’.

Ini sebuah drama satir tentang keadaan masyarakat Kashmir saat ini.

Sutradara Reshi Rashid ingin menyoroti dampak perubahan di masyarakat.

“Tidak ada yang menolak ide kemajuan dan pembangunan, tapi haruskah ini mempengaruhi budaya, nilai, dan sejarah seseorang? Kami melihat lunturnya dan melencengnya nilai-nilai yang kami angap baik dalam masyarakat Kashmir. Misalnya, kami terkenal karena keramahan-tamahan dan itu bisa menarik banyak wisatawan ke Kashmir. Tapi keramahan yang kami lakukan saat ini hanyalah sebagai kedok melakukan kecurangan.”

Drama itu ditampilkan sebagai bagian dari Festival Tahunan Teater Rakyat Kashmir.

Hampir 40 kelompok teater tampil di festival ini.

Semua naskah ditulis dalam bahasa Kashmir dan aneka isu yang sedang hangat diangkat ke atas pentas.

Drama lain yang berjudul “Musafir”, disutradarai oleh Masoom Ramzan mengangkat isu soal lingkungan.

“Pemanasan global atau perubahan iklim merupakan salah satu isu utama yang menjadi perhatian dunia. Tapi di sini, isu itu diabaikan meski kami sudah menyaksikan kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun. Ini perlu dibicarakan dan dihentikan, jika tidak akan terjadi bencana.”

Festival ini kembali digelar setelah sempat vakum selama 4 tahun.



Arvinder Singh Aman dari Akademi Kebudayaan Kashmir mengaku puas dengan tanggapan yang muncul.

“Baik akademi dan para seniman berusaha menciptakan peluang. Kami kembali melanjutkan kegiatan dan program kami untuk mempromosi seni dan bahasa di kawasan ini, lewat festival ini salah satunya. Kami berencana mengadakan kegiatan ini secara reguler untuk melestarikan dan mempromosikan warisan ini kepada generasi berikutnya.”

Kashmir, yang diklaim India dan Pakistan, mengalami pemberontakan bersenjata melawan kekuasaan India sejak tahun 1989.

Puluhan ribu orang, terutama masyarakat sipil tewas...termasuk kelompok teater.

Sutradara Masoom Ramzan mengatakan Akademi Kebudayaan milik pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk membalikkan keadaan.

“Apa yang disebut Akademi Kebudayaan sebagai ‘Festival Tahunan’ sedang berlangsung setelah vakum 4 tahun. Festival ini diadakan tanpa fasilitas yang memadai. Gedung latihan masih belum selesai dibangun walau sudah berjalan 4 tahun dan tidak pasti kapan akan selesai.”

Tariq Ahmad diperkenalkan pada teater rakyat di usia yang sangat muda oleh ayahnya, yang juga seorang aktor.

Tapi seperti seniman lainnya, ia merasa Kashmir bukanlah tempat yang cocok untuk berkembang.

“Menurut saya situasi sekarang tidak lebih baik bagi kami. Kami tidak dihargai seperti seniman India lainnya. Karya kami direndahkan dan dianggap tidak layak dan kami diperlakukan seperti pengemis.”

Aktor Abdul Samad juga mengalami hal yang sama.

“Butuh dana besar untuk mengadakan pertunjukan termasuk biaya kostum dan tata rias. Walau kami mendapat bantuan dari Akademi Kebudayaan, tapi itu tidak cukup. Sementara ketika ada rombongan seniman dari luar negara datang kemari untuk tampil, Akademi memperlakukan mereka secara khusus. Mereka diberi akomodasi bintang lima dan bayaran yang baik. Jika Akademi mau mempromosikan seni daerah tapi bersikap seperti ini, bagaimana kita bisa berharap akan dihargai orang lain?”

Meski menghadapi rintangan, teater rakyat Kashmir masih memiliki tempat khusus di hati masyarakatnya.

Tapi tanpa upaya drastis, kondisi ini akan memburuk.

Seniman Masoom Ramzan mengatakan reformasi harus dimulai dari Akademi Kebudayaan.

“Akademi itu dikelola sekelompok orang yang bekerja untuk mendapatkan gaji. Mereka tidak ada hubungannya dengan seni dan budaya. Mereka tidak merasa sudah melakukan kecerobohan. Kami ingin Akademi dipegang orang-orang yang memahami pentingnya seni dan budaya bagi masyarakat dan bisa melakukan langkah serius.”


  • India
  • Kashmir
  • teater rakyat
  • Bismillah Geelani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!