INDONESIA

Burma: Keberagama Etnis, Konflik dan Perubahan

"Baru-baru ini sebuah pameran foto di Stockholm Swedia menggambarkan penderitaan mereka dan konsekuensi yang harus mereka hadapi ketika berani menyuarakan keadilan dan hak asasi manusia."

Burma: Keberagama Etnis, Konflik dan Perubahan
Burma, etnis, pameran foto, Richard K Diran, Ric Wasserman

Secara resmi ada 135 kelompok etnis di Burma, dengan jumlah bahasa daerah yang hampir sama banyaknya. Tapi pemerintahan dan militer didominasi oleh kelompok etnis terbesar yaitu orang Burma.

Fotografer dan pakar yang berasal dari etnis minoritas, Richard K Diran, berada di Stockholm menggelar pameran foto bertajuk Hilangnya Suku Burma. Awalnya ini adalah judul sebuah buku.

”Ketika buku diterbitkan tahun 1997, banyak dari suku ini yang berada diambang kepunahan, tapi belum punah. Di tahun 2014 ini banyak budaya dan tradisi kelompok etnis ini yang benar-benar sudah punah.”

Kata Richard ada beberapa penyebab.

“Orang lebih memilih membeli pakaian jadi di toko ketimbang menenunnya sendiri. Selain itu, orang-orang yang tinggal di daerah konflik dan terpencil tidak punya waktu untuk melestarikan budaya mereka karena harus berlindungi dari terjangan peluru.”

Meski jumlah kelompok etnis makin sedikit akibat perang dan emigrasi, banyak di antara mereka yang hijrah ke ibu kota, Yangon.

Banyak yang bergabung dengan gerakan pro-demokrasi. Mereka tidak hanya mendorong hak-hak mereka sebagai kelompok minoritas, tapi juga konstitusi baru yang lebih demokratis.

Pameran foto di Swedia ini juga menggelar forum soal hak asasi manusia yang dipimpin oleh dua bekas tahanan politik.

Zin Mauaung yang berasal dari negara bagian Shan pergi ke Yangon untuk belajar dan menjadi aktivis pro-demokrasi. Setahun kemudian dia ditangkap.

”Saya masuk penjara pada September 1998. Saya bebas setelah 11 tahun dipenjara.”

Sembilan dari 11 tahun itu dihabiskan di sel isolasi.

Meski akhirnya dibebaskan, hak-haknya sebagai warga negara tetap dibatasi.

”Semua universitas tidak membolehkan bekas tahanan politik mendapatkan pendidikan formal. Kami hanya boleh mengikuti kuliah jarak jauh.”

Ketika jalan itu tertutup, upaya Zin sekarang adalah fokus pada peningkatan kesadaran di kalangan perempuan tentang hak-hak mereka.

Dia bekerja sama dengan Pho Tet, seorang penulis muda yang sudah merintis sebuah kelompok minum teh bagi para perempuan di Yangon.

Kelompok ini menjadi tempat bertemu informal bagi para perempuan untuk mendiskusikan politik tanpa canggung.

“Beberapa mengagumi organisasi kami. Tapi kami sedikit menakutkan bagi para suami atau pacar. Mereka tidak membolehkan istri atau pacar mereka bergabung dengan organisasi kami. Menurut saya sikap ini harus diubah.”

Zin Mauaung yakin kunci penyatuan negeri yang kaya etnis ini ada pada bahasa.

“Jika kita bisa mengubah sistem pendidikan dan mengembangkan bahasa daerah sebagai bagian dalam sistem pendidikan, itu akan membantu mencapai rekonsiliasi nasional. Ini juga akan membuat kita bisa memahami satu sama lain lebih baik.”

Setelah 30 tahun belajar dan memotret lebih dari 100 kelompok etnis di Burma, Richard K Diran mengatakan rekonsiliasi nasional antara kelompok etnis yang berbeda adalah kunci bagi masa depan Burma.

“Bagaimana cara pemerintah Burma menghadapi semua kelompok yang berbeda dan menyatukan mereka menjadi sebuah bangsa atau menyingkirkan mereka, tergantung pada keberhasilan mereka atau kegagalan di masa depan.”

  • Burma
  • etnis
  • pameran foto
  • Richard K Diran
  • Ric Wasserman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!