INDONESIA

Tradisi Gubuk Cinta Suku Kreung Kamboja

"Menyeleksi calon suami lewat berhubungan seks"

Tradisi Gubuk Cinta Suku Kreung Kamboja
Tradisi, Gubug Cinta, Suku Kreung, Kamboja, Aika Augustine

Bagi kebanyakan orang Asia, seks pranikah adalah hal yang tabu. Tapi ini tak berlaku bagi semua orang. Sebuah suku terpencil di sebelah timur laut Kamboja, suku Kreung, sangat bebas dan terbuka terhadap hal-hal yang berbau seksual.

Di desa ini, begitu remaja perempuan berusia 15 tahun, orangtuanya akan membangun sebuah gubug kecil. Tujuannya adalah sebagai tempat si anak perempuan bertemu dengan anak laki-laki dan menghabiskan malam bersama. Ini bisa dilakukan berkali-kali sampai si perempuan menemukan cinta sejatinya... seseorang yang mau menikahinya.

Suku Kreung percaya, dengan melakukan ini gadis Kreung bisa paham betul tentang seksualitas mereka, sekaligus tahu cara menghadapi laki-laki. Gadis Kreung juga bakal tahu persis apa yang mereka inginkan saat menjalin hubungan dengan laki-laki. Diharapkan, begitu bertemu laki-laki yang cocok, dia lah yang akan jadi suami terbaik.

Tidak ada batasan jumlah laki-laki yang boleh menginap di gubug cinta ini. Tapi kebanyakan gadis Kreung cukup selektif memlih laki-laki. Sebelum berhubungan seks pun, si gadis akan berupaya mengenal kepribadian si laki-laki secara mendalam. Caranya: mengobrol semalam suntuk.

Jika si perempuan merasa nyaman, maka laki-laki itu baru boleh menyentuhnya. Nah, jika si perempuan kedapatan hamil karena laki-laki yang tak dicintainya, maka peluang menikahi si perempuan dibuka kepada laki-laki manapun yang mencintai si gadis. Sang bayi lantas diakui sebagai anaknya.

Dengan cara ini, Suku Kreung berhasil mempertahankan perkawinan mereka dan tak ada kasus pemerkosaan di sana.


(Sumber: excal.on.ca & thebestworldhistory.weebly.com)

  • Tradisi
  • Gubug Cinta
  • Suku Kreung
  • Kamboja
  • Aika Augustine

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!