INDONESIA

Boikot Mewarnai Pemerintahan Baru Kamboja

"Dewan Nasional akan memulai periode barunya Senin mendatang, tapi hampir separuh kursi Dewan kosong. Ini karena Partai oposisi memboikot parlemen."

Boikot Mewarnai Pemerintahan Baru Kamboja
Cambodia, pemilu, Dewan Nasional, Partai Penyelamat Nasional Kamboja, Lien Hoang

Hanya sedikit orang yang memerintah sebuah negara selama Hun Sen.

Dan ini adalah tahun ke-28 Hun Sen memerintah.

Dalam Pemilu bulan Juli lalu, partai oposisi CNRP mencuri banyak kursi dari partai yang dipimpin Hun Sen, CPP.

Tapi alih-alih menduduki kursi, CNRP justru memboikot Parlemen, kata pemimpinnya Sam Rainsy.

“Ini percuma saja. Kalau kami bergabung, kami tak punya kekuatan apa pun karena partai penguasa CPP menguasai Pemerintahan dan Dewan Nasional. Dewan ini nantinya bakal terus mengiyakan apa kata pemerintah. Buat apa kami masuk ke Parlemen yang seperti itu? Kekuatan kami lebih besar di luar Parlemen. Kami akan terus menuding telah terjadi kudeta konstitusional.”

Tudingan dari kecurangan Pemilu ini tak hanya berujung pada boikot.

Protes yang bernuansa kekerasan mengakibatkan satu orang tewas dan jalanan ditutup selama berhari-hari.

Sehari sebelum Dewan Nasional membuka sidang pekan ini, polisi memukuli kelompok pendemo yang damai dan jurnalis di sebuah taman.

Sor Veasna, 31 tahun mengalami luka-luka.

“Saya lari, tapi mereka pakai alat listrik sehingga saya tidak bisa lari. Saya jatuh. Ketika saya jatuh, sekitar 15 orang dari mereka menggunakan banyak peralatan, memukuli punggung saya. Saya pingsan. Saat itu saya tidak tahu apa pun. Saya kira saya bakal mati malam itu.”

Para pendemo lantas mendatangi kantor polisi untuk mengambil kembali kendaraan yang disita polisi di taman.

Pep Vanny, salah satu panitia unjuk rasa.

“Di sana ada banyak sekali polisi dan kelompok HAM dengan senjata kejut dan pistol, juga peluru karet. Dan ada seorang perempuan yang terus mengejar saya dan berteriak,”Tangkap dia! Tangkap dia!”

Partai penguasa CPP kini ingin memulai termin baru pemerintahan mereka seolah-olah tak ada hal yang salah.

Tapi kelompok oposisi mendorong dunia internasional untuk memastikan ini tak terjadi.

“Kami berteriak kepada dunia internasional... pemerintah dari negara tetangga... juga perusahaan internasional untuk berhenti berhubungan dengan Pemerintah Kamboja. Pemerintahan ini tak diakui hukum. Dan kami akan berkampanye secara global untuk mendeligitimasi pemerintahan ini. Ini adalah hasil dari kudeta konstitusional dan tidak merepresentasikan warga Kamboja.”

Tapi sejumlah pihak mengkritik pengumuman ini.

Menurut mereka partai oposisi CNRP harusnya muncul dengan strategi politik.

Chak Sopheap, direktur Pusat Hak Asasi Manusia Kamboja.

“Saya melihat ini seperti sebuah pendekatan yang kekanak-kanakan. Ini tidak mungkin, tidak realistis. Bagaimana Anda bisa meminta investor asing untuk memindahkan investasi mereka atau kontrak dengan pemerintah dari negara ini? Saya tak yakin investor asing bakal melakukan itu.”

Tapi banyak yang setuju dengan oposisi kalau partai penguasa telah melanggar konstitusi, dengan membuka sidang Parlemen tanpa kehadiran seluruh partai.

Sekelompok biksu menggelar acara membaca konstitusi bersama untuk mengingatkan warga Kamboja akan hak mereka untuk bersuara.

“Kalau saya bilang saya tak takut, itu salah. Saya takut. Tapi saya bisa begini karena saya ingin mengabdi pada negara. Saya memainkan peran sebagai warga negara. Saya tahu kalau hak saya dilindungi sepenuhnya oleh hukum konstitusi.”

Partai oposisi CNRP kini punya dua pilihan.

Pertama, menarik kembali ucapan mereka, bergabung dengan Dewan Nasional dan segera bekerja.

Atau yang kedua, bertahan di luar Dewan dan memberikan tekanan lebih kuat.

Analis politik Lao Mong Hay mendukung pilihan yang kedua.

“Kelompok oposisi bisa menjaga dukungan masyarakat. Jika tak ada perubahan kebijakan, tak ada perubahan sikap terhadap masyarakat dari partai penguasa, kelompok oposisi bisa menang di Pemilu berikutnya.”

Pemilu dan kegagalannya tahun ini sebetulnya ada di kondisi yang lebih baik, ketimbang tahun 2008, ketika puluhan orang tewas.

Warga Kamboja yang ingat pembunuhan massal di masa Khmer Rouge sudah letih dengan kekerasan.

Tapi sekarang ada lebih banyak warga yang siap melawan Hun Sen dibandingkan dulu, kata Chak Sopheap.

“Ini berkat sosial media... bagaimana orang berpartisipasi dan berbagi informasi. Dan para pejabat, mereka tahu kalau kami mengawasi mereka.”

Saat ini, warga Kamboja mungkin tak punya pemerintahan yang berjalan normal... tapi mereka bisa bersuara.











  • Cambodia
  • pemilu
  • Dewan Nasional
  • Partai Penyelamat Nasional Kamboja
  • Lien Hoang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!