ASIACALLING

Perang Media di India Terkait Kashmir

Seiring terus jatuhnya korban di lembah Kashmir, pemberitaan soal kerusuhan ini memicu kontroversi b

Bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan India masih terus berlangsung di wilayah administrasi Kashmir, India.

Seiring terus jatuhnya korban di lembah itu, pemberitaan soal kerusuhan ini memicu kontroversi besar di antara media.

Koresponden Asia Calling KBR,  Bismillah Geelani melihat apa yang disebut sebagai perang media India.

Di hampir semua saluran televisi India saat ini, acara perbincangan di jam tayang utama, dihiasi tema seputar Kashmir.

Tapi acara ini lebih mirip pertengkaran: pembawa acara dan para panelis dengan pandangan ekstrem, saling berteriak satu sama lain. Jadi penonton sulit untuk mengetahui siapa bicara apa.

Pendapat masyarakat India selalu terpecah bila bicara soal Kashmir. Ada beberapa yang percaya kalau Kashmir adalah masalah politik yang harus ditangani secara politik. Dan mereka mengkritik penggunaan kekuatan terhadap para demonstran Kashmir.

Aktivis Gautam Navlakha mewakili pendapat ini.

”Ada masalah yang belum terselesaikan sejak tahun 1947. Masyarakat sudah lama menuntut cara demokratis yang damai untuk mengatasinya. Kita berperang dengan Pakistan tapi itu tidak mengakhiri sengketa Kashmir. Kita mengalami penindasan militer dari 1989-90 dan sekali lagi kita menyaksikan dukungan massa untuk menentukan nasib sendiri,” papar Gautam.

Tapi sebagian besar percaya gangguan di Kashmir disponsori oleh Pakistan. Tujuannya untuk mengguncang India. Karena itu kelompok itu membenarkan tindakan pasukan keamanan India.

Kerusuhan yang sedang berlangsung di Kashmir mempertajam perpecahan ini dan membuatnya makin terbuka.

Kali ini, mengambil bentuk apa yang banyak digambarkan sebagai perang media.

Itu dimulai dengan editor Times Now TV, Arnab Goswami, yang keberatan dengan peliputan krisis Kashmir oleh beberapa saluran TV saingan. Pendapat ini disampaikan di acara talk show-nya yang populer.

Tanpa menyebut nama, dia melontarkan tuduhan serius terhadap beberapa jurnalis.

”Banyak dari pseudo-liberal ini menjelekkan, menghina dan menekan tentara kita dan pasukan paramiliter yang beroperasi di wilayah paling tidak bersahabat di Jammu dan Kashmir. Ini kelompok kecil tapi vokal,” tuduh Goswami.

“Mereka punya kepentingan pribadi di beberapa media, yang secara terbuka dan mengejutkan, mencoba menggaungkan sikap Pakistan. Dengan kedok mendukung Kashmir, mereka melakukan segala cara untuk mendukung Pakistan.”

Dia juga meminta ada tindakan hukum terhadap para jurnalis itu. 

Beberapa saluran berbahasa Hindi juga membuat komentar serupa.

Kubu lawan membalas dengan kekuatan yang sama, mempertanyakan profesionalistas saingan mereka.

”Siapakah mereka ini, mau memutuskan siapa yang patriot dan siapa yang tidak? Apa yang mereka tahu soal situasi di lapangan? Kapan Anda melihat mereka terakhir kali melangkah keluar dari studio mereka yang nyaman dan menutupi masalah yang sebenarnya? Anda mendapatkan slot jam tayang utama, memakai jas dan dasi, dan lalu mulai mengajar kami tentang etika jurnalistik?” kata Ravish Kumar dari NDTV.

Sementara yang lain melampiaskan kemarahan mereka di media sosial.

Meski saluran TV sering dituduh mengurangi atau melebihkan laporan soal Kashmir, ini kali pertama orang-orang dari media menuntut tindakan terhadap rekan-rekan mereka.

Jurnalis senior, Sidhath Vardajan, mengatakan perkembangan ini sangat mengganggu.

”Kita sudah melihat selama satu setengah tahun atau lebih dalam sejarah politik India modern. Pemerintah kerap bereaksi terhadap apa yang mereka anggap liputan media yang negatif dengan cara yang sangat bermusuhan. Ini pedoman pemerintah untuk mengejar orang yang membawa berita buruk, yang menyampaikan gambaran di lapangan yang tidak sesuai dengan versi resmi,” kata Sidhath.

Pemerintah juga merilis pernyataan kalau banyak pandangan jurnalis sebagai ancaman terselubung bagi mereka yang meliput peristiwa Kashmir secara objektif.

Venkaiya Naidu adalah Menteri Informasi dan Penyiaran.

”Bersimpati kepada teroris yang ingin memecah belah India tidak bisa diterima sama sekali. Jadi orang-orang yang mencoba untuk mengekspresikan simpati dan juga menulis kolom, harus memahami sentimen publik negara ini.”

Kembali ke Kashmir, pengunjuk rasa menyerang beberapa jurnalis dari media nasional arus utama selama beberapa hari terakhir. Alasan, laporan media-media itu mereka gambarkan sebagai laporan provokatif dan memutarbalikkan fakta.

Situasi tegang sudah berlangsung selama empat pekan berturut-turut dimana korban tewas saat ini sudah 60 orang.

 

  • Bismillah Geelani
  • konflik Kashmir
  • Perang Media di India

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!