INDONESIA

Myanmar Melarang Ekspor Kayu Mentah

Myanmar Melarang Ekspor Kayu Mentah

Pemerintah Myanmar telah mengumumkan akan melarang ekspor kayu mentah mulai April tahun depan.

Pelarangan itu dilatarbelakangi meningkatnya penggundulan hutan, dimana setengah hutan negeri itu telah hilang dalam satu dekade terakhir.
 
Berdasarkan hukum baru itu, ekspor kayu mentah akan dilarang total dan penebangan kayu bagi penggunaan di dalam negeri akan dikurangi besar-besaran.

Menyusul keputusan pemerintah untuk melarang ekspor kayu mentah ini, pekerjaan Saw Win Naing sebagai sopir buldoser di sebuah industri jati di Myanmar, terancam hilang.
 
“Ketika mendengar berita itu, saya merasa harus mencari pekerjaan baru. Pekerjaan yang sama seperti ini atau saya akan pulang kampung.”

Dia sudah 8 tahun bekerja di sini.

Dan dia punya 2 putra, yang tertua berusia 3 tahun dan yang kecil baru 1 ½ tahun.

Saw mengatakan dulu saat kondisi usaha bagus, para pekerja menerima bonus dari perusahaan.

Tapi setelah beberapa tahun produksi jalan ditempat, pekerjaan jadi berkurang dan ia lebih banyak menganggur.

“Sebelumnya saya tidak punya banyak waktu. Tapi sekarang saya punya banyak waktu luang selama 4 atau 5 bulan.”

Pembalakan liar, taktik tebang dan bakar, perang antar-etnis dan produksi yang berlebihan telah melanda hutan-hutan di negara itu.

Hampir satu dekade lalu, setengah wilayah Burma ditutupi hutan, tapi kini tinggal seperempat wilayah saja.

Penebang kayu Shell Phaw, telah bekerja di industri ini selama 20 tahun dan ia melihat perubahan drastis.

“Sekarang ini sulit mencari pohon besar. Mereka hanya bisa ditemukan di lokasi yang lebih tinggi atau di tebing gunung.”

Shell Phaw harus menanggung 11 anggota keluarganya yang sangat tergantung pada pendapatnya.

“Kedua pihak bergantung pada saya dan saat ini kami sedang berjuang.”

Dan dia punya teman berbadan besar lain yang harus di urus, seekor gajah...

“Di dalam hutan ia makan bambu dan umbi-umbian. Dia  tidak butuh perawatan khusus dari saya kecuali menyediakan makanannya di rumah.”
 
Tapi para ahli lingkungan dan pemerintah bersikukuh pelarangan ekspor ini dibutuhkan untuk melindungi hewan asli negeri itu yang masih tersisa.
 
Myanmar merupakan rumah bagi gajah, beruang, harimau dan ratusan jenis burung.

Pemerintah mengatakan pelarangan akan memperbesar fokus pada ekspor produk kayu jadi.

Min Thein mengelola perusahaan yang menjual produk jadi berbahan kayu. Ia mengatakan  investasi baru di pasar industri ini akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

“Pelarangan ini menguntungkan usaha kami. Ini juga berita bagus bagi para pekerja di negeri ini.”

Myanmar adalah pengekspor utama jati, yang menguasai 75 persen pasar dunia. 

Tapi Min Thein mengatakan produk kayu jati akan menghasilkan lebih banyak uang ketimbang ekspor kayu mentah. 

“Skema penjualan produk kayu jadi ini akan meningkatkan pendapatan 3 hingga 4 kali lipat.”

Min Thein mengatakan sanksi negara-negara Barat terhadap Myanmar menyebabkan  produksi jadi terbatas dan ia terpaksa menutup dua pabrik.

Tapi kini ia optimistis dengan masa depan usahanya.

“Menurut saya dalam waktu 6 bulan setelah pelarangan ekspor jati mentah ini, saya akan bisa menerima pesanan baru dan situasinya mungkin akan lebih baik dalam setahun ini.”

Tapi sopir buldoser Saw Win Naing harus mencari pekerjan lain..

“Kami masih mendiskusikan pilihan lain jika pekerjaan ini ditutup.”

Namun, penebang kayu Shell Phaw punya harapan besar terhadap dampak investasi baru.

“Saya harap industri produk jadi ini akan lebih baik bagi kami. Dan juga ada pekerjaan bagi gajah saya.”

Pelarangan ekpor kayu mentah ini merupakan kebijakan lingkungan Myanmar yang paling  penting.

Tapi jika orang-orang yang terlibat di industri ini tidak diberi pekerjaan, maka akan ada ribuan orang yang harus berjuang mencari pekerjaan.


  • Burma
  • Myanmar
  • hutan
  • kayu mentah
  • DVB

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!