INDONESIA

Konferensi Keamanan Internasional: Membahas Kondisi Timor Leste

Konferensi Keamanan Internasional: Membahas Kondisi Timor Leste

Forum untuk Keamanan dan Pembangunan Stockholm dihadiri perwakilan dari 40 negara. 


Yang hadir di antaranya politisi, pegiat organisasi, serta peneliti yang datang untuk menyuarakan pengalaman mereka sendiri dan untuk belajar dari orang lain. 


Salah satu kasus yang dibahas adalah Timor Leste. 


Negara itu pertama kali dijajah Portugal selama 400 tahun, kemudian dikuasai Indonesia pada 1975. 


Perang saudara panjang dengan Indonesia menyebabkan lebih dari 200 ribu orang tewas, sebelum akhirnya Timor Leste merdeka sepenuhnya pada 2002. 


Salah satu anggota delegasi di konferensi itu adalah Felicia Carvalho yang berusia 30 tahun. Dia adalah koodinator bantuan yang bekerja untuk pemerintah Timor Leste. Felicia tumbuh besar dalam ketakutan.


“Kakek-nenek saya mengalami perang, ibu saya merasakan perang 1975 ketika Portugis pergi. Saya termasuk generasi 1999 ketika kami mendapatkan kemerdekaan. Ketika Anda mengalami konflik, sesuatu terjadi pada Anda dan Anda mengerti.”


Bahkan setelah memperoleh kemerdekaan dari Indonesia, kekerasan internal kembali meletus pada 2006. 


Rumah-rumah dibakar dan ribuan orang mengungsi. 


Tapi itu masa lalu kami, kata Felicia Carvalho.


“Kami tahu, 2006 tidak akan terjadi, dan kami akan pastikan tidak akan terjadi lagi. Karena setelah apa yang telah kami lalui selama beberapa generasi, kini waktunya.”


Negara baru itu mengganti seluruh pegawai negeri yang sebelumnya dipegang orang Indonesia dengan orang Timor. Ini proses yang sulit karena warisan kekerasan sudah mendarah daging. 


Emilie Pires adalah Menteri Keuangan Timor Leste.


“24 tahun pendudukan dan dua atau tiga tahun transisi yang sangat sulit. Semua hal ini harus dipertimbangkan karena semua orang yang bekerja dengan Anda menghadapinya. Mereka trauma dan tidak ada yang mengkhawatirkannya, meski itu berdampak besar pada pekerjaan mereka sehari-hari.”


Kekerasan antar geng bela diri di jalan-jalan Ibukota Dili menjadi isu utama bagi kemerdekaan Timor Leste.


“Sebenarnya kami sudah punya UU baru yang melarang mereka menggunakan seni bela diri untuk hal-hal buruk. Pada saat yang sama, kami meningkatkan pelatihan kejuruan sehingga mereka mendapat beberapa keterampilan. Kami banyak berinvestasi dalam olahraga dan seni.”


Pemerintah Timor Leste menganggap anak muda di sana butuh panutan. Karena itu mereka  meminta aktor Jacky Chan membantu para pemuda. 


Menteri Emilia Pires mengatakan pemerintah telah berhasil membuat masyarakat merasa aman. 


Dia merujuk pada laporan terbaru yang dirilis IRI, sebuah lembaga pengembangan demokrasi yang didukung USAID.


“Menurut penduduk, keamanan sudah tidak lagi menjadi prioritas, karena mereka merasa aman. Ini mengindikasikan kalau polisi dan tentara melakukan tugas mereka.”


Timor Leste menerima sejumlah besar bantuan asing menyusul penarikan pasukan Indonesia yang disertai pertumpahan darah. 


Bank Dunia membangun sekolah dan memberikan pinjaman usaha kecil untuk kaum muda. 


Sarah Cliffe adalah Kepala Misi Bank Dunia di Timor Leste dari 1999 hingga 2002.


“Para pemuda jauh lebih terlibat dalam kerja produktif. Memulai usaha kecil, terlibat dalam bidang konstruksi dan serta tindakan ekonomi praktis lainnya. Ini juga merupakan perubahan sikap dan pola pikir.”


Tapi Zainab Bangura,  perwakilan khusus PBB di Sierra Leone menilai, negara berkembang tidak bisa dan tidak boleh mengandalkan bantuan asing. 


“Kita tidak pernah bisa memecahkan masalah di negara manapun, tanpa mendorong masyarakat lokal untuk memimpin. Itu negara mereka, itu masalah mereka.”


Timor Leste telah menemukan kekayaan alam baru, yaitu sumber minyak lepas pantai. 


Sekarang negara itu sangat membutuhkan pekerja terampil. 


Mereka yang mendapatkan  pendidikan di luar negeri harus kembali ke Timor Leste, kata Felicia Carvalho


“Bagus untuk punya mimpi. Dan bagus Anda bisa menyumbangkan sesuatu bagi negara ini.”


  • Swedia
  • Timor Leste
  • Emilie Pires
  • Konferensi
  • Ric Wasserman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!