CERITA

‘Kami Dengar Tangisan Dari Reruntuhan Tapi Tak Bisa Melihat Mereka’

"Lebih dari lima ribu orang tewas dan 10 ribu lainnya luka-luka. Sementara delapan juta orang di penjuru Nepal terkena dampaknya. "

Gempa yang melanda Nepal pada Sabtu (25/4) diperkirakan menghancurkan sekitar 60 ribu bangunan. (Fot
Gempa yang melanda Nepal pada Sabtu (25/4) diperkirakan menghancurkan sekitar 60 ribu bangunan. (Foto: Rajan Parajuli)

Lebih dari lima ribu orang tewas dan 10 ribu lainnya luka-luka. Sementara delapan juta orang di penjuru Nepal terkena dampaknya. Inilah gambaran saat ini betapa hebatnya gempa bumi yang melanda Nepal pada Sabtu (25/4).

Ketika gempa bumi berkuatan 7,8 skala Ritcher melanda Kathmandu, Furwa Lama sedang berada di kedai tehnya.


“Goyangan gempa makin lama makin keras dan rasanya seperti tidak akan berhenti. Setelah berhenti, saya melihat sebuah bangunan besar di depan kedai teh saya perlahan-lahan roboh dan akhirnya rata dengan tanah diikuti bunyi keras. Akibatnya debu beterbangan dan kami tidak bisa melihat apapun. Sangat menakutkan. Semuanya berlarian dan menangis. Saat saya mendekat ke gedung roboh itu, ada mayat dan orang terluka dimana-mana. Sangat mengerikan,” kisah Lama.  


Gedung yang disebutkan Lama adalah gedung berlantai tujuh yang bernama “Saat Tale’.


Beberapa orang yang terluka berhasil diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit. Tapi Furwa Tamang yang berusia 20 tahun mengaku sulit mencari para korban.


“Kami mendengar orang menangis tapi tidak bisa melihatnya. Ada yang bilang dapat sms dari temannya yang berbunyi, ‘saya terjebak di dalam, selamatkan saya, keluarkan saya.’ Di tengah malam, seseorang membunyikan klakson dari reruntuhan selama beberapa waktu. Saya tidak bisa menjelaskan betapa takutnya saya,” kata Tamang.


Keesokan harinya, satu orang lagi yang berhasil diselamatkan dari reruntuhan itu. Sejauh ini sudah 45 jenazah yang ditemukan.


Pemerintah Nepal memperkirakan ada lebih 60 ribu bangunan yang rusak parah akibat gempa itu termasuk di Kathmandu.


Doktor Minendra Rijal adalah juru bicara pemerintah. “Ini bencana besar. Tentara Nepal sudah mencari informasi di daerah terdampak. Operasi penyelamatan masih berlangsung di tempat yang terisolasi. Beberapa hari ke depan kami akan lebih berkonsentrasi membangun tenda-tenda untuk tempat tinggal sementara bagi mereka yang kehilangan rumah dan segera membutuhkan bantuan.”


Khadga Sen Oli adalah Menejer Advokasi dan Strategi pada Komunitas Teknologi Gempa Bumi Nasional Nepal.  “Kita belum begitu mahir melakukan operasi pencarian dan penyelamatan. Operasi yang dilakukan sudah sangat terlambat, tidak terkoordinasi dengan baik, dan dilakukan dengan alat seadanya.”


Dia mengatakan negara itu perlu persiapan yang lebih baik dalam menangani bencana.


“Kami mendapat informasi dari masyarakat setempat ada beberapa orang yang terjebak dalam reruntuhan. Satu tim penyelamat dari NSET bersama Polisi Nepal tiba di daerah Gongabu. Tapi kami harus kembali karena tim penyelamat dari kepolisian Nepal tidak punya peralatan. Bagaimana bisa menyelamatkan korban? Masalah yang kami hadapi adalah kapasitas tim penyelamat lokal dan nasional, masalah koordinasi, dan kami tidak punya peralatan untuk mencari dan menyelamatkan korban.”

 

Manisha Adhikari yang berusia 27 tahun sedang berada di gedung berlantai empat bersama putrinya yang berusia satu setengah tahun ketika gempa terjadi.


Satu matanya bengkak dan kepala serta kakinya diperban. Manashi dan putrinya diselamatkan dari reruntuhan empat jam setelah gempa.


“Setelah beberapa jam kami mendengar langkah kaki dan melihat ada beberapa pria lewat sebuah lubang kecil. Kami lalu berteriak tolong kami, tolong kami. Mereka lalu menghancurkan dinding dan akhirnya kami bisa keluar. Kami lalu dibawa ke rumah sakit,” tutur Manashi.

 

Putrinya yang berusia satu setengah tahun tidur dengan tenang di bahunya. Kathmandu menjadi kota tenda dimana banyak orang tidur di luar ruangan. Semua ruang terbuka dipenuhi tenda-tenda sementara rumah yang tidak roboh dibiarkan kosong.


Bijay Shakya berada di sini bersama keluarganya. “Setelah gempa terjadi, saya merasa sangat takut. Kami langsung mengosongkan rumah dan pergi ke jalanan. Sampai sekarang kami tidak berani masuk ke dalam rumah.”


Menurutnya bantuan dari pemerintah sangat sedikit.

 

“Kami bahkan tidak bisa menemukan sebungkus mi di pasar atau sayuran. Kami bertahan dengan apa yang kami miliki sebelum gempa. Tidak ada listrik, sinyal dan alat untuk mengisi daya telepon. Saya juga tidak melihat satu pun petugas. Semua rumah kosong tapi tidak ada petugas keamanan sementara pencuri berkeliaran. Kami tidak punya air minum dan harus membelinya di pasar gelap dengan harga yang lebih mahal. Ketika kami memasak makanan, kami harus berpikir besok akan makan apa.”


Di luar Kathmandu, ada 12 daerah yang rusak parah yang belum mendapat bantuan.


Juru bicara pemerintah, Minendra Rijal, mengatakan mereka sedang berusaha mengatasinya.


“Nepal punya sumber daya yang terbatas. Tapi saya tidak bermaksud mencari-cari alasan. Kami terus meningkatkan kemampuan. Kami telah menerima bantuan dari banyak negara dan juga dari lembaga internasional.”


Dia menghimbau komunitas internasional untuk membantu.


“Kami butuh tenda yang layak agar bisa ditinggali selama beberapa bulan karena banyak orang yang kehilangan rumah. Selain itu pemurni air dan tim medis juga penting. Ada banyak tempat di mana kabel listrik jadi longgar dan sudah ada tim dari India yang menanganinya. Tapi kami tetap butuh bantuan. Jika Anda berpikir Anda bisa melakukannya, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan akan senang sekali bisa berhubungan dengan Anda.”

 

  • gempa nepal
  • bencana alam
  • Rajan Parajuli

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!