INDONESIA

Menyebarkan Pesan lewat Media Alternatif di Malaysia

"Menurut Index Kebebasan Pers Dunia pada 2014, Malaysia terjerembab pada peringkat 147 dari 180 negara. Itu merupakan peringkat terendah yang pernah diduduki Malaysia."

Menyebarkan Pesan lewat Media Alternatif di Malaysia
Malaysia, Sensor, kebebasan pers, media, Faidzal Mohtar MalaysiaKini

Zulkiflee Anwar Haque yang lebih dikenal sebagai Zunar merupakan kartunis yang menggambar karikatur politik dan editorial selama lebih 20 tahun. 


Ia mengangkat berbagai topik tapi ia lebih dikenal karena kartun politik yang mengkritik pemerintah. 


“Sebagian besar media arus utama mengabaikan ini atau mereka menyensor berita penting itu. Mereka hanya fokus pada permasalahan remeh atau sensasional. Mereka ingin mengalihkan pikiran rakyat agar tidak berfokus pada masalah mendasar. Jadi, saya membalasnya dengan mengatakan tidak. Melalui kartun, saya ingin menekankan permasalahan penting di Malaysia seperti korupsi. Ada banyak kasus korupsi yang diabaikan oleh media arus utama,” 


Karena aturan tentang apa yang bisa dan tidak bisa dikatakan menjadi semakin ketat, orang Malaysia mesti semakin kreatif untuk menyampaikan berita alternatif, termasuk menggunakan ‘bunga’ yang berbentuk bendera kecil. 


Sekelompok perancang dan arsitek membentuk kelompok ‘Malaysia spring’setelah sengketa hasil pemilu keluar. 

 

Artistek Ng Sek adalah ketua gerakan itu. Ia mengatakan mereka ingin menerbitkan harapan pada masyarakat. 


“Umumnya orang merasa terasingkan oleh proses politik di Malaysia. Banyak orang merasa tidak berdaya. Saya kira, sangan penting fakta bahwa mereka dapat melakukan hal sederhana hanya dengan proses membuat bendera-bendera kecil dan menanam di ruang publik baik yang setengah illegal atau legal. Itu saja sudah merupakan tindakan pembangkangan.”


Mereka mendorong rakyat menanam berbagai macam “bunga” yang berbentuk bendera warna-warni di ruang kosong di seluruh Malaysia. 


Rakyat semua usia mengambil bagian dalam kampanye dengan menanam ribuan bendera. 


“Kami ingin menyampaikan gagasan bahwa Malaysia bisa bersemi. Kami ingin menanam bunga atau bendera kecil secara besar-besaran agar lingkungan kami jauh lebih berwarna. Pada saat yang sama, ini membuat orang berpikir ini suatu hal yang cantik, bersinar dan hangat jika kita ikut turut serta.” 


Tapi pemerintah tidak melihat itu sebagai hal yang cantik. 


Aparat pemerintah daerah, DBKL, datang dan mencoba mencabut bendera-bendera kecil itu.

 

Tapi Nga Sek mengatakan di salah satu area, para penduduknya melawan balik. 

 

“Penduduk mulai keluar dari rumah dan memprotes tindakan itu. Dan semakin lama makin banyak. Ini membuat DBKL memutuskan tidak lagi meneruskan langkah mencabuti bendera-bendera itu karena sejumlah insiden mungkin terjadi. Jadi mereka mundur.”


Pemerintah juga dengan aktif mencoba menghentikan kemunculan karya kartunis politik Zunar.


“Pada 2009, petugas dari Kementerian Dalam Negeri mulai mengusik penjual dan toko buku yang menjajakan kartun saya. Pemerintah memperingatkan mereka agar tidak menjual kartun saya. Mereka juga merampas ratusan buku saya pada waktu itu. Mereka menyerbu toko buku dan merampas kartun saya. Kemudian mereka melarang kartun saya menggunakan Undang-undang Penerbitan dan Percetakan. Setelah serbuan itu, saya menerbitkan buku dan mereka melarang buku itu.” 


Ia mengatakan pemerintah lebih sulit mengendalikan internet. 


“Sekarang kami punya internet. Kami beruntung. Kami punya internet.” 


Pesan-pesan terus tersebar melalui media alternatif Malaysia belum banyak diatur keberadaannya. 


  • Malaysia
  • Sensor
  • kebebasan pers
  • media
  • Faidzal Mohtar MalaysiaKini

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!