CERITA

Warga Afghanistan Rayakan Tahun Baru Dengan Menanam Pohon

"Apa arti gerakan tersebut bagi perubahan iklim dan keamanan pangan di negeri itu?"

Pemerintah Afghanistan meluncurkan program menanam pohon secara nasional saat perayaan Tahun Baru Af
Pemerintah Afghanistan meluncurkan program menanam pohon secara nasional saat perayaan Tahun Baru Afghanistan. (Foto: Shadi Khan Saif)

Bulan ini Afghanistan merayakan Nawroz atau Tahun Baru. Hari raya yang bertepatan dengan masuknya musim semi ini juga dirayakan di Iran dan Asia Tengah.

Di Afghanistan untuk menyambut pergantian musim, gerakan menanam pohon secara nasional diluncurkan.

Shadi Khan Saif di Kabul mencari tahu apa arti gerakan tersebut bagi perubahan iklim dan keamanan pangan di negeri itu.

Di sebuah studio radio terkenal di Kabul, pembaca acara merayakan Nawroz atau secara harafiah berarti Hari Baru dengan lagu-lagu pilihan yang khusus dinyanykan pada hari raya.

Sementara di seluruh negeri itu, Nawroz dirayakan dengan berbagai festival seperti parade bunga, musik dan tarian.

Tapi bila di dalam studio yang hangat dan nyaman, cuaca di luar sangat dingin. Dan tahun ini musim dingin akan berlangsung lebih lama dari biasanya.

Aktivis lingkungan, Muntazir Shah yakin ini petanda perubahan iklim sedang terjadi di Afghanistan. “Tidak diragukan lagi perubahan iklim sedang berlangsung di sini. Dan sayangnya Afghanistan tampaknya tidak tahu apa yang akan dilakukan.”

Afghanistan sangat bergantung pada salju dan hujan untuk irigasi.

Tapi curah hujan tahun ini sangat kecil. Tak hanya itu, perang puluhan tahun ikut merusak sistem “Karez” yakni jaringan kuno saluran irigasi bawah tanah yang berumur ratusan tahun.

Para petani di pedesaan pun khawatir, kekeringan akan segera terjadi.

Nasrullah Khan, menanam gandum di Logar, sebelah timur Kabul. Dia khawatir, air tanah yang sudah sedikit itu akan habis karena sedikitnya curah hujan.

“Ini akan sangat berdampak pada hasil panen gandum, sayuran dan buah-buahan. Menurut saya kekeringan akan segera mengepung kita dan pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah,” kata Nasrullah.

Terakhir kali salju turun sangat deras, empat tahun lalu dan bisa memenuhi kebutuhan harian sekitar 120 juta jiwa.

Salju dan gletser itu berasal dari Pegunungan Hindu Kush dan Himalaya yang merupakan sumber air tawar yang besar.

Tapi penelitian menunjukkan wilayah itu mengalami peningkatan suhu lebih cepat dari rata-rata global.

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi persoalan ini dengan gerakan menanam pohon secara nasional, dan dimulai dari Afghanistan.

Masyarakat membeli bibit pohon buah-buahan dan pohon poplar dari penjual pinggir jalan. Mereka kemudian menanamnya di halaman belakang rumah, kebun dan di sudut-sudut jalan.

Mohammad Rafiq membawa bibit pohon dari kebunnya di utara negara itu untuk dijual di Ibukota Kabul.

“Saya punya segala macam pohon bunga dan buah-buah untuk dijual di sini. Jika setiap warga menanam satu pohon saja, Afghanistan akan berubah menjadi hijau dan subur dan tidak akan terjadi kekeringan,” kata Rafiq.

Selama beberapa dekade, ratusan ribu pohon di Afhganistan hancur akibat perang dan pembalakan liar yang menyelundupkan kayu melintasi perbatasan ke Pakistan.

PBB bahkan memperkirakan beberapa provinsi telah kehilangan lebih dari setengah hutan mereka akibat pembalakan liar selama 25 tahun terakhir.

Tapi Badan Perlindungan Lingkungan Nasional (NEPA) senang karena situasi membaik berkat keamanan yang kondusif saat ini.

“Sangat positif melihat warga dari segala usia sekarang menyadari hal ini dan mulai menanam lebih banyak pohon. Kita perlu menanam lebih banyak pohon untuk memerangi perubahan iklim,” kata Karim Humayon, pejabar senior di Badan Perlindungan Lingkungan Nasional.

 

  • Shadi Khan Saif
  • Penanaman pohon nasional Afghanistan
  • Dampak pemanasan global
  • nawroz tahun baru Afghanistan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!