CERITA

Bertemu Muslim Skandinavia

"Selama tiga hari, ribuan orang berkumpul ibukota Stockholm menghadari Hari Keluarga Muslim. "

Ric Wasserman

Kelas tinju untuk perempuan Muslim di Stokhlom. (Foto: Ric Wasserman)
Kelas tinju untuk perempuan Muslim di Stokhlom. (Foto: Ric Wasserman)

Swedia telah menjadi rumah kedua bagi warga Muslim sejak tahun 1960an, saat pekerja industri pertama dari Turki datang ke negara itu.

Saat ini jumlah penduduk Muslim di sana sekitar 300 ribu jiwa atau 4,4 persen dari keseluruhan penduduk yang jumlahnya sembilan juta jiwa. Mereka ini berasal dari setiap benua.  

Selama tiga hari, ribuan orang berkumpul ibukota Stockholm menghadiri Hari Keluarga Muslim. Mereka datang untuk mendengarkan, berdiskusi dan merefleksikan banyaknya perubahan yang terjadi di sekitar mereka.

Kita simak laporan selengkapnya yang disusun Ric Wasserman berikut ini.

Saat saya berjalan memasuki ruang pertemuan yang sangat besar, terdengar orang-orang berbincang dalam berbagai bahasa; ada Somalia, Turki, Melayu, Bosnia, Arab, dan Pashto.

Ribuan orang itu, tua dan muda, tengah merayakan Hari Keluarga Muslim yang diadakan selama hari libur Paskah di Swedia.

Acara ini berisi beragam aktivitas seperti halnya bahasa yang terdengar di sini dan salah satu panitianya adalah kelompok Kaum Muda Swedia.

Mereka lantas berkumpul, mendengarkan Salahuddin Barakat, seorang Imam dari selatan kota Swedia, Malmo. Topik yang disampaikan tentang membesarkan anak.

Imam Salahuddin menyerukan ‘bersikaplah konsisten terhadap anak atau mereka akan bingung.’

Kaula Shinoty, lahir di Swedia dan kini berusia 27 tahun. Orangtuanya berasal dari Tunisia yang mendapat suaka dari negara itu. Saat dewasa, ia sadar harus berjuang agar bisa diterima.

“Ada rasisme struktural. Mereka bisa sangat curiga pada Anda, ketimbang bila saya orang Swedia,” kata Shinoty.  

Meski masyarakatnya egaliter, orang Swedia menganggap mereka yang disebut ‘orang luar’ lebih rendah.

Dan biarpun mereka lahir di negara itu, gadis remaja atau orang asing yang mengenakan jilbab mengalami diskriminasi, kata Shinoty.

“Jika saya katakan pada guru saya ‘Saya ingin jadi dokter’, jawaban sang guru adalah ‘Bukankah itu hal yang sulit?’. Tapi jika itu dikatakan orang Swedia berkulit putih, maka jawaban guru adalah ‘Oh itu cocok sekali untuk mu’.”

Sehingga menurut anggota dewan Asosiasi Islam ini, aktif dalam kelompok Kaum Muda Muslim Swedia akan memerangi diskriminasi dan membantu orang lain. Utamanya menegaskan hak-hak sebagai perempuan Muslim.

“Saya satu-satunya perempuan di dewan. Satu-satunya perempuan yang pernah duduk di dewan,” kata Shinoty. 

Kelas bela diri khusus perempuan Muslim ini diikuti 30 orang yang masih muda. Dan mereka tak butuh waktu lama untuk belajar dasar-dasar tinju.

Gelombang sentiment anti-Muslim pasca serangan teror di Paris dan Belgia membuat sejumlah warga Muslim di Swedia belajar bela diri, jika diperlukan.

Saga yang berusia 17 tahun memulai kelas ini dengan baik.  “Saya tidak menyangka bisa belajar bertarung. Saya ingin melakukannya lagi.”

Kembali ke Hari Keluarga Muslim yang ingin mewujudkan solidaritas dalam semangat ‘ya kita bisa’.

Inilah waktunya Islamofobia disingkirkan dan menempatkan kehadiran warga Muslim sebagaimana mestinya di masyarakat, kata seniman Behrang Miri.

Di luar acara, sebuah laporan terbaru menyoroti komunitas Muslim yang mengalami diskriminasi di media.

Laporan itu mengungkapkan, mayoritas artikel di surat kabar, menulis tentang Muslim di Swedia yang identik tentang kekerasan, kebencian dan stereotip negatif.

Tapi apa solusinya? Anggota panel sekaligus Ketua Forum Eropa untuk Muslimah, Lamia el-Amri memberi tanggapan. Ini adalah organisasi yang membela kepentingan perempuan Muslim di masyarakat.

“Kita harus belajar bagaimana karya jurnalis dan berhubungan dengan jurnalis yang lebih netral, sehingga kami bisa menunjukkan apa yang kami lihat yang mencerminkan realitas,” kata Lamia.

 

  • Ric Wasserman
  • Muslim di Swedia
  • Hari Keluarga Muslim
  • serangan teroris di Eropa

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!