INDONESIA

Pasca Topan Haiyan, Pembangunan Rumah Ilegal Makin Marak

Pasca Topan Haiyan, Pembangunan Rumah Ilegal Makin Marak

Ketika Topan Haiyan atau yang dikenal dengan Yolanda menerjang, Desa Anibong porak poranda dilanda gelombang yang lebih mirip tsunami. 


27 jiwa melayang dan penduduk yang selamat kehilangan segala yang mereka miliki.

 

Rumah Wana Eustrie tersapu air bah. Kini yang tersisa hanyalah puing-puing di lahan bangunan rumah mereka.


“Sebelum angin topan melanda, kami sudah diperingatkan untuk pergi ke pusat evakuasi. Pasca Yolanda, kami tinggal di pusat evakuasi selama seminggu dan kemudian pergi ke Cebu. Ketika kami pulang, kami mendapati rumah kami sudah rata dengan tanah.”

 

Seperti ratusan penduduk Anibong lainnya, Eustrie membangun kembali rumahnya di daerah yang ditetapkan pemerintah sebagai daerah terlarang. 


Karena letaknya yang sangat dekat dengan lautan – hanya sekitar 40 meter. 


Eustrie mengaku terpaksa melakukannya karena tidak ada pilihan lain.


“Kami membangun rumah kami di sini, karena kami tidak tahu lagi mau ke mana. Kami masih ingin tinggal di sini karena letaknya dekat sekali dengan tempat kami bekerja. Keluarga kami sangat tergantung dengan pekerjaan suami saya di sini. Jika kami pindah ke daerah lain, tidak ada jaminan kalau kami akan bisa mendapat kan pekerjaan baru.”


Sejumlah penduduk setempat menyalahkan pemerintah atas situasi ini.



Chat Bactol adalah Kepala Desa Anibong. Menurutnya, pejabat terkait belum menindaklanjuti janji soal pembangunan rumah di dataran yang lebih tinggi.


“Ini berbahaya! Terlalu dekat dengan laut. Kami tidak ini kejadian Yolanda terulang lagi. Kami harus pindah ke daerah lain. Pemerintah belum membangun kembali rumah kami, itu karena kami bukan prioritas mereka.”


Masalah rumit lainnya adalah memindahkan tiga kapal kargo besar yang terdampar sejak terjangan topan November lalu.


“Yang saya inginkan adalah memindahkan kapal tersebut sesegera mungkin. Atau kapal itu dipecah menjadi beberapa bagian kecil.”

 

Sebuah tim evakuasi telah dipanggil untuk memindahkan salah satu kapal barang Eva Jocelyn.


Tapi kapten tim, Ronnie Arevalo mengatakan anak buahnya tidak bisa bekerja untuk sementara waktu ini.

 

“Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan itu tapi kami harus berhenti untuk sementara waktu. Ini dikarenakan ada perbedaan pendapat antara pemilik dan kapten kapal.”


Arevalo berencana meletakkan kapal di atas mesin penggilas dan menggunakan sistem tarik dorong untuk memindahkan Eva Jocelyn kembali ke laut.


Tapi untuk melakukan itu, sejumlah bangunan rumah yang baru dibangun harus dibongkar.


“Tujuh atau enam rumah harus dibongkar jika ingin mengembalikan kapal itu ke laut. Setelah menjadi kontraktor selama bertahun-tahun, saya bisa pastikan keselamatan orang-orang di sini terjamin. Kami telah mempelajari proses untuk mengembalikan kapal ini ke laut. Saya telah menemui atasan saya dan pejabat-pejabat terkait untuk membuat proses ini seaman mungkin.”

 

Kepala Desa Anibong, Chat Bactol mengatakan jika kapal tersebut bisa kembali ke laut, maka penduduk akan mendapatkan ganti rugi dari perusahaan kapal tersebut.


“Mereka akan membayar upah buruh bangunan.”


Salah satu penduduk yang harus rela rumahnya dibongkar adalah Wana Eustrie.


Rumah barunya terletak di antara Eva Jocelyn dan teluk pantai.


“Kami tidak tahu harus berbuat apa karena kapal harus dikembalikan ke laut. Kami sudah membangunnya kembali pasca Haiyan. Kami tidak menyangkal kalau saat ini kami mengalami kesulitan, keluarga juga tetangga saya. Tapi kami terus berjalan ke depan, kami bersyukur masih bisa hidup. Saya pikir kekhawatiran terbesar kami adalah diusir pemerintah.”


Saat ini Eustrie dan penduduk lainnya hanya bisa berharap agar rumah mereka tidak disita pemerintah, kembali hancur akibat angin topan atau terhantam kapal.



  • Filipina
  • Tacloban
  • pembangunan
  • Haiyan
  • Jason Strother

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!