Bagikan:

Gunretno Petani Kendeng: Kami Melakukannya Demi Anak Cucu

Mereka bertekad tidak akan pergi sampai presiden menemui mereka dan menghentikan operasi pabrik semen baru di daerah mereka.

ASIACALLING | INDONESIA

Senin, 27 Mar 2017 10:43 WIB

Author

Nicole Curby

Aksi semen kaki para petani Kendeng depan istana. (Foto: Nicole Curby)

Aksi semen kaki para petani Kendeng depan istana. (Foto: Nicole Curby)



Selama beberapa pekan terakhir, 50 an petani melakukan aksi protes yang dramatis di Jakarta.

Mereka menyemen kaki di depan Istana Presiden. Dan bertekad tidak akan pergi sampai presiden menemui mereka dan menghentikan operasi pabrik semen baru di daerah mereka. 

Jumlah peserta aksi semen kaki makin hari makin bertambah sampai sebuah tragedi terjadi Selasa lalu.

Nicole Curby mengikuti kisah mereka di Jakarta.

Jari kaki yang kasar dan bengkak mengintip keluar dari kotak semen abu-abu. Di atasnya seorang petani duduk dengan wajah meringis tapi terlihat tabah.

“Ya…sebenarnya sakit tapi sakit ini tidak menjadikan kami turun semangat, karena kami memang merasa sakit yang kami rasakan ini bukan untuk kami sendiri tapi untuk kepentingan semua warga khususnya petani,” jelas Gunretno.

“Karena dengan adanya pabrik semen yang mau masuk ini kan dimana-mana, ini kami memikirkan nasib anak cucu ke depan.”

Petani yang kakinya disemen sulit untuk bergerak. Dibutuhkan tiga orang untuk mengangkat satu petani setiap kali.

Tapi Gunretno tidak peduli. Dia menempuh perjalanan 12 jam, terbakar panasnya matahari dan kehujanan, untuk duduk di depan istana presiden menyuarakan sikapnya.

Bersama 50 petani lain, dia sudah berada di sini satu minggu lebih.

“Sebenarnya kami juga sakit dicor kaki seperti ini. Tapi kadang kalau kita minta mengadu ini dengan hanya tertulis kayaknya ngga gampang ditanggapi maka kami sampai harus menyemen kaki ini. Kami berharap dengan tidak lama Pak Jokowi akan mau menerima dulur-dulur dari Pegunungan Kendeng,” harap Gunretno.


Gunretno dan yang lain memohon agar Presiden Jokowi menghentikan operasi pabrik semen di lahan pertanian mereka.

Selain itu para petani juga mengirimkan surat pada presiden. Ibu Sukinah, petani yang ikut menyemen kaki, membacakannya.

“Kami adalah bagian dari warga desa-desa di bentang alam karst Kendeng yang akan bangkrut penghidupan taninya karena adanya pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang beserta penambangan bahan semen lainnya di wilayah kami.”

Para petani dari Rembang Jawa Tengah ini percaya kalau pabrik semen akan mencemari, mengeringkan dan pada akhirnya menghancurkan sumber air mereka. Ini secara efektif akan mengakhiri hidup mereka sebagai petani.

Perjuangan melawan perusahaan semen terbesar di Indonesia, PT Semen Indonesia, telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.

Selama dua tahun terakhir, petani Rembang berunjuk rasa di luar lokasi pabrik, sebagai upaya  menghentikan pembangunan.

Mereka mengaku mengalami kekerasan dan intimidasi dari polisi dan karyawan perusahaan.

“Sejak 2012 telah mempermainkan kami sebagai warga negara, petani, warga bangsa. Dengan taktik petak umpet melawan ketentuan dan kepastian hukum negara, mengabaikan pendapat kami, untuk tetap meneruskan penanaman modal di industri semen PT Semen Indonesia di Rembang.”


Oktober lalu Mahkamah Agung memutuskan kalau pembangunan pabrik harus dihentikan sampai AMDAL selesai.  Tapi pembangunan terus berjalan secara ilegal.

Februari ini, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, melawan putusan itu dengan mengeluarkan izin baru sehingga pembangunan bisa diteruskan.

“Jadi yang kita lihat adalah pemerintah daerah tidak mau mengikuti putusan MA. Mereka tidak menghormati pengadilan dengan mengeluarkan izin baru untuk perusahaan. Yang kami inginkan sekarang adalah pemerintah pusat mengambil tindakan, menekan pemerintah daerah, mencabut ijin lokal dan mengikuti putusan MA,” jelas Matthew Michele Lenggu dari LBH Jakarta.

Wilayah pegunungan Rembang berpenduduk setengah juta jiwa dan tidak semua dari mereka menentang kehadiran pabrik semen itu.

Beberapa percaya ini akan menciptakan ribuan lapangan kerja di daerah itu.

Tapi kata petani Gunretno, daerah yang dikenal sebagai lumbung padi di Indonesia itu akan kehilangan banyak hal.

“Jelas sekali Indonesia sebagai negara agraris seharusnya malu. Jawa Timur sudah ada lebih dari delapan pabrik semen. Sudah banyak lahan pertanian hilang untuk penambangan,” tutur Gunretno.

“Begitu juga di Jawa Barat sudah banyak pabrik semen. Di Jawa Tengah sudah ada dua. Tapi kalau semua dijadikan pabrik semen, ini akan berdampak pada ketahanan pangan Indonesia.”

Setelah seminggu aksi protes, jatuh korban.

Setelah duduk dengan kaki disemen selama delapan hari, salah satu petani Ibu Patmi, 48 tahun, meninggal karena serangan jantung Selasa 21 Maret lalu.

Setelah kematian Patmi, para petani membongkar semen di kaki mereka dan pulang. 

Tapi ini belum berakhir…

Sebagai bentuk solidaritas, para aktivis meneruskan aksi menyemen kaki di depan Istana Presiden dan juga di beberapa daerah. Pesan mereka jelas bahwa perjuangan masih berlangsung. 

Setelah lebih dari seminggu aksi, Kantor Staf Presiden akhirnya mengumumkan penundaan peresmian pabrik dan menghentikan sementara penambangan di daerah itu.

Tapi petani Rembang tidak berencana untuk menyerah sampai operasional pabrik dihentikan secara total.

 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

BBM Ramah Lingkungan? Saya sih Yes!

Kabar Baru Jam 7

Atur Bujet Self-Reward yang (Beneran) Self-Loving

Kabar Baru Jam 7

Penyandang Disabilitas Temukan Sejumlah Masalah di RUU Kesehatan