INDONESIA

Lima Bulan Pasca Haiyan, Perkebunan Kelapa di Leyte Masih Porak Poranda

"Empat bulan pasca terjangan Topan Haiyan, upaya pemulihan masih terus berlangsung di Filipina."

Jason Strother

Lima Bulan Pasca Haiyan, Perkebunan Kelapa di Leyte Masih Porak Poranda
Filipina, Kebun Kelapa, Topan Haiyan, Jason Strother

Arnulflo Barcero sedang membersihkan rumput liar yang tumbuh di bawah pohong kelapa dengan parang. 


Pria berusia 52 tahun itu bertanggung jawab atas perkebunan kelapa yang terletak di Desa Pastrana ini. 


Perkebunan itu menghasilkan kopra atau daging buah kelapa kering sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa. 


Namun terjangan Topan Haiyan atau yang lebih dikenal dengan Yolanda membuat masa depan perkebunan kelapa di daerah ini dipertanyakan.


“Sebelum topan melanda, kami punya 700 pohon kelapa, tapi kini hanya tersisa 90 pohon saja. Ini menimbulkan masalah bagi masyarakat karena kami menggantungkan hidup pada kopra.”  


Sekitar 40 persen petani di Provinsi Leyte mengais rejeki dengan menjual kopra. 


Mereka tidak dapat lagi menjual kopra karena pohon-pohon kelapa tumbang. Namun bagi sejumlah orang, situasi ini justru mendatangkan keuntungan.

 

Francisco Alverca adalah operator gergaji mesin yang dipanggil untuk membersihkan pohon-pohon tumbang itu. 


“Ini menguntungkan saya. Bahkan tetangga saya meminta bantuan untuk membersihkan pohon-pohon yang tumbang. Kehidupan saya sangat terbantu dengan penghasilan ini.” 

 

Biasanya, Alverca dan para operator gergaji mesin memperoleh sekitar 120 ribu Rupiah per hari. 


Dan Alverca mengatakan kerusakan yang ditimbulkan Topan Haiyan akan membuatnya sibuk hingga beberapa bulan ke depan.

 

“Butuh waktu berbulan-bulan untuk membersihkan ini semua. Perkebunan ini sangat luas.”


Saat ini, para pekerja bekerja untuk OXFAM, sebuah lembaga sosial internasional. Lembaga itu menyediakan peralatan yang  dibutuhkan petani dan juga membayar upah mereka. 


Caroline Gluck adalah Juru Bicara OXFAM.

 

“OXFAM memiliki enam proyek pembersihan seperti ini di sini. Sasaran utamanya adalah membersihkan jutaan pohon kelapa yang tumbang di wilayah-wilayah yang diterjang Topan Haiyan. Ini harus segera dilakukan karena pohon-pohon tumbang itu menghalangi jalan, sungai, aliran air dan tanah pertanian. Para petani ingin menanami kembali ladang mereka dan itu tidak bisa dilakukan sebelum pohon tumbang disingkirkan.”


Gluck mengatakan OXFAM juga memberikan pelatihan bagi para petani tentang bagaimana caranya menggunakan gergaji mesin. Dengan begitu mereka bisa kembali mengais rejeki. 


Dia menambahkan permintaan akan kayu kelapa sangat tinggi saat ini.


Kayu-kayu yang tumbang diangkut dari perkebunan menuju Kota Tacloban. Kayu-kayu itu digunakan untuk membangun penampungan para korban Topan Haiyan.


Sekitar 100 keluarga di Kota Palo tengah membangun kembali rumah mereka dengan menggunakan kayu kelapa.

Rumah Rudolfo Palamos, seorang petani berusia 74 tahun, porak poranda diterjang angin Haiyan yang sangat kuat. 


Ia menunjukkan pada saya, rumah berlantai duanya yang baru dibangun dari kayu yang berasal dari perkebunan kelapa dekat situ. 

 

“Daerah ini banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kayunya tidak mahal dan mudah diolah. Hampir seluruh rumah saya dibangun menggunakan kayu kelapa, termasuk dinding dan pojok-pojok ruangan.”

 

Tapi masih banyak pohon tumbang berserakan di perkebunan. 


Dan Caroline Gluck dari OXFAM mengatakan, pohon-pohon tumbang itu akan mendatangkan masalah baru jika tidak segera dibenahi.


“Dalam tiga bulan, pohon-pohon itu akan membusuk dan mengundang hama. Hama-hama itu dapat merusak pohon-pohon lain.”


Setelah pohon-pohon tumbang disingkirkan, lembaga bantuan internasional akan mulai membantu para petani kelapa untuk menanami kembali perkebunan mereka.


Namun butuh waktu bertahun-tahun sebelum pohon-pohon itu siap dipanen.


  • Filipina
  • Kebun Kelapa
  • Topan Haiyan
  • Jason Strother

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!