INDONESIA

Komunitas Hazara Merasa Identitas Mereka Diragukan di Pakistan

Komunitas Hazara Merasa Identitas Mereka Diragukan di Pakistan

Suku Hazara di Pakistan Barat Daya kerap menjadi korban kekerasan dan pengeboman yang terus meningkat.

Altaf Hussain yang berusia 25 tahun terluka akibat serangan pasukan milisi tahun lalu.

Saat ini, dia tengah menjalani perawatan di Karachi.

“Para penyerang setidaknya harus memberitahu kepada kami.. mengapa mereka membunuh kami? Saya tidak tahu persis mengapa, tetapi saya pikir ini ada hubungan dengan suku saya.”

Hussain sudah berada di tempat tidur selama beberapa bulan. Tapi ia masih merasa terancam untuk keluar dan bertemu anggota keluarganya di kota Hazara.

Di Kota Quetta, komunitas Hazara hidup terasing dan ketakutan.

Semakin banyak orang ingin melarikan diri demi keselamatan diri mereka sendiri.

Tetapi bagi mereka, paspor sangat sulit untuk diperoleh.



Menurut sejarawan, suku Hazara menjadi target penyerangan karena mereka berasal dari etnis berbeda dan mudah dikenali dari ciri-ciri fisik.

Kepala Suku Hazara, Sardar Mehdi memperkarakan hal ini ke Pengadilan Tinggi di Sindh bulan ini.

Menurutnya, aksi kekerasan terhadap suku Hazara melanggar hak asasi manusia.

“Semua manusia memiliki hak untuk pergi dan mendapatkan jaminan kehidupan yang lebih baik. Kami harus pergi ke Pengadilan untuk mencari jalan keluar dari diskriminasi ini. Saya harap ini bukan kebijakan pemerintah. Kami sangat setia kepada Pakistan dan kami ingin tinggal, tetapi kami didesak dan diserang.”
 
Pada Januari tahun lalu, setidaknya 120 orang tewas dalam ledakan bom bunuh diri di klub biliar yang tengah ramai.

Sebulan kemudian, belasan orang tewas akibat ledakan di sebuah pasar.

Suku Hazara kembali turun ke jalan untuk menuntut keadilan atas penyerangan anggota komunitas mereka di dalam bus di pinggiran Kota Quetta.

Setelah paspornya ditolak di Quetta, pedagang kecil Muhammad Hashim mencoba peruntungan di Karachi untuk kembali membuat paspor.

“Di Quetta, mereka tidak menyetujui paspor baru saya karena foto di dokumen pendukung tidak cocok. Tetapi di sini mereka menolak saya lagi dan meminta saya kembali.”

Di luar kantor, petugas yang tidak ingin disebutkan namanya menyangkal tudingan diskriminasi terhadap orang-orang Hazara.

Sikandar Ali yang berusia 26 tahun adalah salah satu orang Hazara yang mendapatkan paspor Pakistan.

Dia ingin bepergian ke Eropa, mencari kehidupan yang lebih baik.

“Saya sangat beruntung. Saya sering mendengar seseorang mendapatkan kesulitan di kantor Imigrasi. Saya diminta pergi ke Kepolisian untuk diperiksa latarbelakang, meski saya telah memiliki semua dokumen. Saya tidak yakin apa ini diskriminasi rasial atau sesuatu yang lain.”

Tetapi tidak semua suku Hazara ingin pergi meninggalkan kampung halamanan.

Ibu dua anak, Zainab mengatakan, suaminya diminta sejumlah uang untuk membuat paspor baru.

Meski ada banyak masalah, dia ingin tetap tinggal di sini

“Saya berdoa untuk kedamaian. Saya ingin anak-anak belajar dan tinggal di sini meski dalam kondisi sulit.”

Sidang gugatan terhadap kasus diskriminasi ini diharapkan berlangsung bulan ini.

Sampai komunitas Hazara mandapatkan paspor, mereka akan tingal di Pakisitan dan menghadapi diskriminasi…


  • Pakistan
  • Hazara
  • diskriminasi
  • serangan
  • Shadi Khan Saif & Naeem Sahotara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!