INDONESIA

Band Grunge Indonesia Mengadvokasi Isu Lingkungan

Band Grunge Indonesia Mengadvokasi Isu Lingkungan
Indonesia, music, grunge, environment, Navicula

Navicula, band grunge dari Bali, baru saja kembali dari tur mereka ke Amerika Serikat dan Australia. 

Mereka adalah satu dari sedikit band Indonesia yang berkiprah di dunia internasional. 

Dan mereka bukanlah band rock biasa. Mereka juga dikenal sebagai ‘green grunge gentlemen’. 

Untuk mengenal Navicula, Anda perlu arti nama mereka. Penabuh drum Gembul bercerita, nama itu terinspirasi dari jenis alga. 

“Ketika Anda pergi ke pantai, kadang-kadang Anda melihat ada yang bersinar di permukaan, itu Navicula. Saat gelap mereka akan bersinar dan bentuknya seperti kapal kecil. Artinya mungkin dengan kapal kecil ini, kami bisa keliling dunia. Dan warnanya seperti warna emas dan emas adalah barang berharga, itu filosofinya.” 

Navicula sangat aktif dalam mengadvokasi isu lingkungan lewat musik. Lagu ini berjudul ‘Metropolutan’ dan bercerita soal udara Jakarta yang begitu tercemar. 

Sebuah kelompok lobi mengatakan, Jakarta hanya menikmati kurang dari 30 hari udara bersih dalam setahun. 

Datang dari Bali, para musisi ini kerap mendapatkan inspirasi dari alam. Kecintaan Navicula terhadap isu lingkungan juga terpengaruh keterlibatan sang vokalis Robi dalam berbagai kelompok lingkungan dan organisasi sosial. 

“Saya juga mengajar pertanian organik di sekolah-sekolah. Karena itu saya punya minat di isu-isu ekologi, saya bawa isu ini ke dalam band. Jadi ini seperti jurnalis dan kami pakai musik sebagai media.”

Penabuh drum Gembul mengatakan Navicula selalu membuat lagu soal isu politik dan sosial. 

“Dunia sudah kacau balau. Anda tidak tahu mana hal yang utama. Bagi kami yang penting Anda melakukan hal-hal kecil, tapi dengan sungguh-sungguh dan jujur ingin membuat dunia menjadi lebih baik. Lakukanlah. Jangan buang waktu dengan menjadi parasit di dunia ini.” 

Setelah tampil di Kanada tahun lalu, Navicula pergi ke Kalimantan untuk bergabung dengan kampanye aktivis Greenpeace untuk menghentikan penebangan liar. 

Mengenakan pakaian bermotif kulit harimau, mereka menempuh perjalanan sejauh 2000 kilometer dari timur ke barat pulau Kalimantan dengan sepeda motor, untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri kerusakan hutan yang meluas.

Hutan hujan tropis yang tersisa di Indonesia hanya 10 persen dari luas hutan dunia, tapi menurut Global Forest Watch, hutan-hutan itu menghilang dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. 

“Ini menyedihkan. Hutan hujan itu tidak hanya untuk Indonesia atau Kalimantan. Tapi seluruh dunia tergantung padanya. Jadi ini seperti bunuh diri di seluruh dunia.” 

Tahun 2007 Navicula dianugerahi Duta Lingkungan dari Bali oleh pemerintah setempat. 

“Saat ini kami berkampanye soal penggundulan hutan karena sekarang sudah begitu parah. Ini adalah masalah utama saat ini. Kami tur di Kalimantan hanya untuk mencari hutan di sana dan kami tidak menemukan hutan sama sekali. Kami berangkat dari timur Pulau menuju barat Kalimantan selama 12 hari naik sepeda motor bersama Greenpeace dan WALHI dan kami tidak menemukannya. Semuanya hilang. Masyarakat Indonesia dan dunia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini.”

Belum lama ini, Navicula membuka pameran foto Greenpeace bertema perubahan iklim.

Rahma Shofiana, juru kampanye media Greenpeace di Jakarta.

“Pada awalnya mereka hanya ingin bergabung dengan kampanye kami. Kemudian tur gabungan ini punya ide, ‘bagaimana kalau Navicula bergabung saja dengan tur ini dan menyebarluaskan soal kerusakan hutan?’ Ini menguntungkan Greenpeace karena kami dapat menjangkau audiens yang tidak terpikirkan sebelumnya untuk ikut mendukung kampanye kami.”

Di depan ratusan penonton, Robi mengatakan lagu berikut ini berjudul ‘Orangutan’ untuk mengingatkan rakyat kalau hutan mereka adalah bagian dari kepentingan global. Dan di setiap akhir konser, mereka menjual sabun yang bebas kelapa sawit.

“Ini barang dagangan hasil tur kami di Kalimantan. Di Kalimantan, sebagian besar kerusakan dilakukan perusahaan minyak kelapa sawit dan pertambangan. Dan perusahaan kelapa sawit adalah masalah terbesar.” 

Album terbaru mereka berjudul Kami No Mori, frase dalam bahasa Jepang yang berarti 'Hutan Para Dewa.' 

Album ini menjadi musik latar film dokumenter tentang tur mereka ke Kalimantan dengan Greenpeace. 

“Saya masih punya sedikit harapan. Anda bisa terlibat dengan melakukan apa pun yang Anda bisa. Misalnya jika Anda jurnalis, Anda bisa berbagi. Kalau Anda musisi, Anda bisa menggunakan musik. Begitu juga kalau Anda dokter.”

Gembul berharap musik Navicula bisa memotivasi kaum muda,.

“Kami bukan malaikat. Kami hanya mencoba untuk melakukan sesuatu yang membuat orang menyadari apa yang perlu dilakukan untuk membuat orang bisa hidup di dunia ini.”


  • Indonesia
  • music
  • grunge
  • environment
  • Navicula

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!