NASIONAL

Pengangguran Tinggi, Tenaga Kerja Didominasi Lulusan SMP

Pengangguran Tinggi, Tenaga Kerja Didominasi Lulusan SMP

KBR, Jakarta- Kemampuan tenaga kerja yang tak selaras dengan kebutuhan perusahaan, menjadi salah satu faktor tingginya angka pengangguran terbuka. Faktor ini disampaikan Ketua bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Anton Supit.

Kata dia, tenaga kerja di tanah air masih didominasi lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara selama pandemi COVID-19, jenis pekerjaan yang tersedia bergeser, karena membutuhkan kemampuan teknologi digital, sehingga perlu adaptasi khusus.

"Jadi, memang PR (pekerjaan rumah) kita di dalam bidang ketenagakerjaan itu memang masih sangat kompleks dan sangat berat menurut saya. Eh, karena itu semestinya kita harus konsentrasi dalam pembangunan ekonomi yang pertama-tama adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin. Kita tak bisa ingkari kalau kita lihat 60 (persen) lebih itu pendidikan maksimal adalah pendidikan SMP, artinya kita tetap membutuhkan industri padat karya," ucap Anton kepada KBR, Rabu, (11/5/2022).

Ketua bidang Ketenagakerjaan APINDO, Anton Supit mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui vokasi dan balai pelatihan. Selain itu, ia juga berharap pemerintah memberikan kepastian hukum terkait ketenagakerjaan untuk menjaga iklim investasi di tanah air. Caranya antara lain dengan implementasi UU Cipta Lapangan Kerja.

Namun menurutnya, aturan itu hanya memuat relaksasi perpajakan ketenagakerjaan dan perizinan. Sementara kebijakan terkait pembangunan proyek-proyek nasional dianggap masih kerap berubah-ubah. Situasi itu membuat sulit untuk mendapat kepercayaan investor. Semisal proyek Pelabuhan Cilamaya Karawang, Jawa Barat yang diganti dengan Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat.

Program Penyerapan Lapangan Kerja

Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics (Indef) menyarankan pemerintah memperluas program penyerapan lapangan kerja untuk mengurangi angka pengangguran yang tinggi.

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan pemerintah bisa mengalihkan anggaran infrastruktur yang tidak mendesak ke program penyerapan lapangan kerja.

“Saya rasa ini akan lebih urgen dibandingkan berbagai macam upaya pembangunan infrastruktur yang mungkin hasilnya masih akan lama. Tapi kalau ini dilakukan nanti ada akseleran di dalam konsumsi kita dan juga dari sisi kualitas pertumbuhan terutama dalam penciptaan lapangan kerja,” kata Eko dalam konferensi pers, Rabu (11/5/2022).

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menambahkan, penyerapan tenaga kerja sebenarnya dapat mempertahankan dan mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi yang telah tumbuh positif 5,01 pada triwulan pertama.

“Karena dari bekerja mereka dapat uang dari dapat uang mereka bisa berbelanja. Artinya ya tekan pengangguran serendah mungkin. Kalau sekarang posisinya masih 8,4 juta jiwa, sebelum COVID-19 itu bahkan sudah sangat rendah bahkan di bawah 5 persen. Itu ya kembalikan lagi pengangguran ini ke level yang rendah tadi,” katanya.

Dominasi Sektor Informal

Sementara itu, Peneliti Makroekonomi dan Keuangan Indef, Abdul Manap Pulungan menyebut, dari total tenaga kerja yang terserap didominasi pekerja informal sebesar 3,19 juta. Sedangkan sektor formal hanya terserap 1,36 juta orang.

"Artinya, penyerapan tenaga kerja sebesar 4,55 juta sebanyak 70,1 persen pada sektor informal. Ini menunjukan bahwa pertumbuhan kita masih dipertanyakan kualitasnya," kata Manap

Manap memaparkan, dari total penyerapan tenaga kerja 4,55 juta, 4 juta orang berpendidikan SD ke bawah. Sedangkan, tenaga kerja Diploma I/II/III dan universitas yang terserap pada Februari 2022 masing-masing 0,04 juta atau 0,88 persen, dan 0,12 juta atau 2,64 persen. Menurutnya, ada kegagalan di balik rendahnya penyerapan tenaga kerja berpendidikan.

Jutaan Orang Menganggur

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 8,40 juta orang per Februari 2022. Jumlah itu turun sekitar 350.000 orang dibanding Februari 2021 yang mencapai 8,75 juta orang.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan penurunan tersebut sejalan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara nasional yang turun dari 6,26 persen pada Februari 2021 menjadi sebesar 5,83 persen pada Februari 2022. Atau turun sebesar 0,43 persen dibandingkan Februari 2021.

"Meskipun tahun belakangan mengalami penurunan, tapi tingkat pengangguran kita belum kembali kepada posisi sebelum krisis. Karena Februari 2020 itu belum ada pandemi COVID, pengangguran kita 4,94 persen," kata Margo dalam konferensi pers secara virtual, Senin, (9/5/2022).

Tingkat pengangguran terbuka merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. Selain itu, kondisi ini juga menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Angka Pengangguran
  • Pengangguran
  • INDEF
  • BPS
  • APINDO
  • Tenaga Kerja
  • Kemenaker

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!