NASIONAL

Tengah Disusun, Aspebindo Persoalkan Skema BLU Batu Bara

""Skema BLU ini dimatangkan lagi. Kalau sudah bisa B2B (business to business) ngapain pemerintah intervensi terlalu jauh. Yang penting kan ada DMO, DMO wajib supply. Ada kontrak janga panjang""

Ilustrasi:Kapal tongkang batu bara di kawasan dermaga batu bara Kertapati PT Bukit Asam Tbk, Palemba
Ilustrasi:Kapal tongkang batu bara di kawasan dermaga batu bara Kertapati PT Bukit Asam Tbk, Palembang, Sumsel. Selasa (4/1/22). (Foto: Antara/Nova Wahyudi)

KBR, Jakarta— Asosisasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) menilai skema pembelian batu bara melalui Badan Layanan Umum (BLU) yang kini tengah disusun oleh pemerintah akan membuat situasi bisnis menjadi sulit.

Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan, pemerintah terlalu mengintervensi skema business to business yang selama ini sudah berjalan antara Pt Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan trader.

"Skema BLU ini dimatangkan lagi. Kalau sudah bisa B2B (business to business) ngapain pemerintah intervensi terlalu jauh. Yang penting kan ada DMO, DMO wajib supply. Ada kontrak janga panjang. Sudah bisa dihitung berapa kebutuhan PLN di-cover oleh kontrak jangka panjang. Ada spot-spot, kasih dong pengusaha kecil ini trading juga di spot-spot. Jangan semuanya dimakan sama yang besar-besar dong," kata Anggawira kepada KBR, Kamis (13/1/2022).

Menurut dia, pemerintah perlu membenahi tata kelola, mekanisme, dan ekosistem bisnis batu bara yang telah berjalan, bukan membentuk BLU batu bara. 

Angga mengatakan, skema baru ini justru berpotensi akan merugikan BLU jika harga batu bara di pasar global mengalami penurunan tajam.

"Ya kalau misalnya harganya rendah gimana. Udah ada BLU, harganya rendah kan pernah terjadi juga. Kita balik coba. BLU nya yang nombokin harganya? Itu kan juga harus diperhatiin. Jangan dipikirin pas harga tinggi aja. Pernah harga rendah juga US$30 per ton juga pernah harganya," katanya.

Baca Juga:

Angga berpendapat, bisnis antara PLN dan trader selama ini sudah berjalan dengan cukup baik, disamping masalah pelanggaran DMO yang terjadi. Keberadaan trader menurut dia cukup membantu untuk menjaring stok batu bara yang tersebar dari berbagai produsen ke PLN.

"Hanya sekarang tradernya nggak bisa beli murah karena yang punya tambang melihat, harga ekspornya tinggi jadi mereka naikin. Jadi jangan dilihat karena ada trader. Trader ini kan karena ada sesuatu hal yang nggak jalan. ada opportunity, orang berinvestasi, membantu ada yang bisa supply 2 ribu ton dikumpulkan sama trader dari tambang ini dan ini," katanya.

Angga menuturkan, selama ini keberadaan PT PLN Batu Bara (Persero), anak usaha PLN yang bertugas mengamankan buffering stok untuk PLN membantu pengusaha kecil menengah untuk menjual batu bara. Namun, PLN Batu Bara tersebut kini tengah dalam prposes pembubaran oleh Kementerian BUMN.

Menyoroti masih banyaknya perusahaan yang melanggar ketentuan DMO, Angga berpendapat pemerintah dapat mengambil tindakan dengan mengakuisisi sejumlah perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKB2B). Dengan begitu, pemerintah memiliki kuasa untuk menjual di pasar global, dan perusahaan hanya bertugas di bidang operasional.

"Kalau mau gampang begitu aja. mana yang gede-gede, ambil. Kan udah mau habis tuh masa kontrak PKP2P yang 20 tahun. Ambil sama pemerintah,Kayak sistem di migas aja kontrak karya gitu. Kontrak kerja sama, jadi operator aja mereka yang jual [batu bara] pemerintah. Bagi hasil, dibalikin, berapa cost-nya yang jual pemerintah. Kan simpel sebenarnya. Tapi kalau mau dipakai kita nggak tahu," sambungnya.

Editor: Agus Luqman

  • batu bara
  • Kementerian ESDM
  • BLU Batu Bara
  • kinerja ekspor-impor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!