BERITA

Pajak Rokok untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan, Jokowi: Itu Amanat Undang-undang

Pajak Rokok untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan, Jokowi: Itu Amanat Undang-undang

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden tentang pemanfaatan pajak rokok untuk menambal defisit keuangan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kemarin.

Jokowi mengatakan aturan itu merupakan tindak lanjut Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mewajibkan 50 persen pajak rokok untuk alokasi kesehatan masyarakat.

Menurut Jokowi, selama ini daerah tak taat dengan undang-undang tersebut, dan justru mengalokasikan pajak rokok untuk belanja yang lain.

"Memang sudah kita keluarkan. Itu adalah amanat Undang-undang, bahwa 50 persen dari cukai rokok itu digunakan untuk hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Kedua, di BPJS sendiri juga kemarin terjadi defisit yang itu harus ditutup. Sehingga, defisit itu sebagian ditutup dari hasil cukai rokok," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (19/09/2018).

Pajak rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut pemerintah, yang ditetapkan sebesar 10 persen dari cukai rokok.

Pada pasal 31 Undang-undang 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan: "Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat danpenegakan hukum oleh aparat yang berwenang."

Jokowi mengatakan, Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah jelas memerintahkan alokasi 50 persen pajak rokok untuk pelayanan kesehatan. Jokowi juga mengklaim rencana penambalan defisit BPJS menggunakan dana pajak rokok, telah disetujui daerah. Apalagi, kata dia, penerima manfaat  program Jaminan Kesehatan Nasional adalah warga daerah.

Ia juga telah memerintahkan Direktur Utama BPJS Kesehatan memperbaiki sistem. Mulai dari keuangan hingga layanan agar semakin memudahkan masyarakat.

Jokowi berujar, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 memberi peluang pemerintah untuk memanfaatkan pajak rokok yang merupakan hak pemerintah daerah. salah satunya untuk program jaminan kesehatan, termasuk menambal defisit BPJS Kesehatan.

Dalam draf Perpres pengganti Perpres nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dijelaskan mekanisme pemanfaatan pajak rokok yakni dengan mengambil 75 persen dari 50 persen penerimaan pajak rokok daerah. Pajak itu kemudian dialokasikan pada program JKN. Dengan demikian, pemerintah tinggal memotong dananya, sebelum sisanya ditransfer ke daerah.

Tahun ini pemerintah menargetkan bisa mendapatkan pemasukan dari cukai rokok sebesar Rp148,23 triliun. Sedangkan, perkiraan penerimaan pajak rokok mencapai Rp13 triliun.

Sebanyak Rp4,87 triliun dari pajak rokok tersebut bisa digunakan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Adapun penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sementara ini, diperkirakan defisit keuangan BPJS Kesehatan tahun ini sebesar Rp10,989 triliun, atau mengecil dari prediksi awal yang mencapai Rp16,5 triliun.

Editor: Gilang Ramadhan

  • pajak rokok
  • defisit BPJS Kesehatan
  • cukai rokok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!