HEADLINE

KPK Tolak Delik Korupsi Masuk RKUHP, Ini Kata Jokowi

KPK Tolak Delik Korupsi Masuk RKUHP, Ini Kata Jokowi

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo akan mempelajari surat penolakan yang dikirimkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan lembaga antirasuah sebelumnya menyurati presiden dan meminta agar tindak pidana korupsi tidak dimasukkan ke Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Jokowi mengaku baru membaca surat dari KPK, Senin (4/6/2018) lalu.

"Baru kemarin (Senin, 4 Juni) saya lihat saya terima. Baru dalam kajian kami. Nanti setelah selesai saya sampaikan. Intinya kami tetap harus memperkuat KPK," kata Jokowi di Mabes TNI, Selasa (5/6/2018).

Kajian atas surat penolakan itu dilakukan di bawah koordinasi Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan. Jokowi berjanji akan menyampaikan sikapnya setelah penelaahan itu selesai.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menegaskan KPK tetap menolak masuknya pidana korupsi ke revisi KUHP. KPK sudah lima kali bersurat kepada presiden dan berulangkali rapat dengan Kementerian Hukum dan HAM maupun DPR.

KPK menilai masuknya korupsi ke dalam KUHP akan mengkerdilkan kewenangan lembaga antirasuah itu memberantas korupsi. Sejumlah hal yang dikhawatirkan adalah sulitnya KPK mengejar korporasi karena tidak masuk sebagai subjek hukum, keringanan pembayaran uang pengganti, dan ancaman hukuman yang lebih ringan.

Baca juga:

    <li><a href="http://kbr.id/headline/06-2018/5_surat_tak_dibalas__kpk_tetap_tolak_delik_korupsi_masuk_rkuhp/96264.html"><b>5 Kali Surat Tak Dibalas, KPK Tetap Teruskan Penolakan Delik Korupsi Masuk RKUHP</b></a></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/06-2018/koalisi_sipil_beberkan_risiko_jika_tipidsus_masuk_rkuhp/96261.html">Koalisi Masyarakat Sipil Beberkan Risiko Jika Tipidsus Jadi Masuk RKUHP</a>&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></b></li></ul>
    

    LSM antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 12 poin kritis dari rumusan delik korupsi dalam RKUHP. Dari belasan poin itu, ada empat akibat yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan kewenangan KPK jika rancangan itu tetap disahkan.

    Dalam keterangan tertulisnya, ICW menyatakan salah satu dampak adalah pemangkasan kewenangan penindakan dan penuntutan KPK. Meski, pemerintah dan DPR berdalih RKUHP takkan mengganggu kinerja KPK. Kewenangan KPK tercantum dalam UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang secara spesifik menyebut bahwa lembaga antirasuah itu berwenang menindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor. Tapi jika delik korupsi masuk KUHP, maka kewenangan menyelidiki dan menyidik akan beralih ke Kejaksaan dan Kepolisian. Sebab kedua institusi itu dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor.

    "Pengadilan Tipikor juga berpotensi mati suri. Dalam Pasal 6 UU tentang Pengadilan Tipikor menyebut bahwa Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili perkara tipikor sebagaimana diaturdalam UU Tipikor. Jika korupsi diatur dalam KUHP maka kasusnya tidak dapat diadili oleh pengadilan Tipikor melainkan hanya dapat diadili di Pengadilan Umum," masih menurut keterangan tertulis ICW.

    ICW juga menilai sejumlah ketentuan justru menguntungkan koruptor. Misalnya, dalam RKUHP, ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor lebih rendah dibanding ketentuan yang diatur UU Tipikor.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/06-2017/revisi_kuhp__alasan_yasonna_bersikeras_masukkan_delik_korupsi/90659.html">Revisi KUHP, Alasan Yasonna Berkeras Masukkan Delik Korupsi</a></b></li>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/headline/06-2018/kpk_tegaskan_keberatan_delik_korupsi_masuk_rkuhp__apa_tanggapan_menkumham_/96272.html">KPK Tegaskan Keberatan Delik Korupsi Masuk RKUHP, Apa Kata Menkumham?</a>&nbsp;</b><br>
      

    "Lebih ironis, koruptor yang diproses hukum bahkan dihukum bersalah tidak diwajibkan membayar uang pengganti ke negara karena RKUHP tidak mengatur hukuman bayar uang pengganti atau uang yang telah dikorupsi."

    Dampak keempat, RKUHP juga tak mengakomodir ketentuan pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana yang dilakukan. Jika ketentuan pasal ini tak dimasukkan dalam RKUHP, ICW khawatir pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian negara agar tak diproses oleh penegak hukum.

    Karena itu, ICW menolak pengesahan RKUHP dan pengaturan delik korupsi dalam rancangan tersebut. LSM antikorupsi ini mendesak DPR dan pemerintah untuk mengakomodir usulan perubahan maupun penambahan delik korupsi dalam revisi UU Tipikor dan, tidak memaksakan dicantumkan--meskipun terbatas--ke RKUHP.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/02-2018/banyak_masalah__komnas_ham_minta_dpr_tunda_pengesahan_rkuhp/94859.html">Komnas HAM Minta Pengesahan RUU KUHP Ditunda Karena Banyak Pasal Bermasalah</a>&nbsp;</b><br>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/06-2017/panja_kuhp_bantah_masuknya_tindak__korupsi__untuk_lemahkan_kpk/90651.html">Panja KUHP Bantah Masuknya Korupsi untuk Lemahkan KPK&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></a></b></li></ul>
      




      Editor: Nurika Manan

  • RKUHP
  • KUHP
  • Delik Korupsi
  • Presiden Jokowi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!