EDITORIAL

Amanat

Foto: KBR/Ais

Di gedung parlemen Senayan, Jakarta, sesuatu yang mestinya sederhana bisa jadi rumit dan menjengkelkan. Lihat bagaimana sidang etik terhadap Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR) Setya Novanto jadi tontonan yang memualkan. Jadi olok-olok, bahkan di media sosial Twitter ledekan pada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pernah terpopuler sejagat daring. 

Sidang yang mestinya mengadili sang ketua, berbalik menjadikan pelapor dan juga saksi bak pesakitan. Menteri Sudirman Said dan Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang mestinya digali kesaksiannya, diinterogari bak terdakwa. Jangan heran bila kemudian Maroef tak sudi menyerahkan rekaman asli untuk para yang mulia itu.

Apa yang kita saksikan di rumah wakil rakyat itu sesunguhnya tak sekadar menjengkelkan. Bisa jadi merusak akal sehat dan menjauhkan kita dari kemenangan melawan korupsi. Lihat misalnya paripurna DPR kemarin, rapat terus molor lantaran urusan revisi UU KPK dan RUU Pengampunan Pajak. Bahkan saat palu telah diketuk menyepakati keduanya dibahas dalam Program Legislasi (Prolegnas) 2015, ada saja yang keberatan dan mendesak digelar pemungutan suara.

Masa sidang tahun ini tinggal tersisa 3 hari. Jumat ini akan berakhir dan parlemen reses. Dalam waktu yang tersisa, mungkinkah menuntaskan kedua aturan itu? Kalaupun bisa bagaimana kualitas aturan yang dibahas dalam waktu sesingkat itu? Belum lagi ditambah kekuatiran revisi justru untuk melemahkan KPK dan RUU Pengampunan hanya akan menguntungkan para pengemplang pajak.

Kepada para yang mulia itu kita titipkan pesan, untuk mengingat amanat warga yang mereka wakili. Para yang terhormat dipilih tentu lantaran ingin negeri ini lebih baik. Negeri yang sejahtera bebas dari korupsi. 

  • mahkamah kehormatan dewan
  • MKD
  • Setya Novanto
  • ruu pengampunan
  • korupsi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!