OPINI

Periksa Putusan Nuril

""Kepada Bapak Jokowi, jangan suruh ibu saya sekolah lagi.""

Nuril Baiq
Nuril Baiq (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)

Surat singkat tanpa tanda baca dari Rafi untuk Presiden Joko Widodo  itu sungguh bikin kelu. 

"Kepada Bapak Jokowi, jangan suruh ibu saya sekolah lagi."

Surat ditulis bungsu dari Baiq Nuril Maknun dengan tulisan tangan. Bocah 7 tahun itu mengutip perkataan ibunya sebelum menjalani persidangan tahun lalu. Nuril bukan sekolah tapi ditahan setelah dituntut dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU  ITE) . Sebetulnya ia sempat divonis bebas oleh PN Mataram NTB sampai akhirnya Mahkamah Agung berkata lain.

Nuril adalah korban pelecehan seksual oleh Kepala Sekolah SMA 7 Mataram. Si pelaku lolos, Nuril justru dianggap menyebarkan percakapan mesum. Hakim MA menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dan denda 500 juta rupiah kepada Nuril. 

Hakim semestinya bertolok pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Pedoman Mengadili Perempuan. Isinya, relasi kuasa harus jadi pertimbangan hakim sebelum mengambil keputusan. Demi menjamin hak perempuan. Nuril yang cuma staf honorer sementara pelapornya kepala sekolah, ini terang suatu ketimpangan.

Komisi Yudisial (KY) perlu memeriksa putusan hakim; apakah putusan hakim MA kredibel atau tidak. Karena hukum bukan hanya soal benar-salah tapi juga sejauh mana hakim dapat membaca keadilan masyarakat. 

  • #UUITE
  • Mahkamah Agung
  • Komisi Yudisial

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!