OPINI

Narasi Receh

"Mengapa seolah debat soal hal yang nirsubstansi jadi lebih menggairahkan ketimbang adu visi misi? Apa iya publik membutuhkan itu? Apa iya strategi komunikasi politik macam begini yang dibilang greget?"

Admin Super

Ilustrasi: Menu pesta demokrasi 2019
Ilustrasi: Menu pesta demokrasi 2019

Pesta demokrasi mulai menjemukan. Sudah lebih dari sebulan kampanye pemilu berjalan, masyarakat hanya disuguhkan drama saling lempar kalimat kontroversial antara dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Agaknya masing-masing kubu makin genit memproduksi beragam istilah. Mulai dari "tempe setipis ATM",  "tampang Boyolali", "politisi sontoloyo", hingga "politik genderuwo". Entah besok apa lagi.

Istilah-istilah tadi bukan saja menciptakan polemik di masyarakat, di media sosial situasi makin kacau. Aneka istilah tadi bercampur dengan beragam hoax dan disinformasi. Ujungnya kita jadi bertanya, apa sih makna kampanye sebetulnya? Mengapa seolah debat soal hal yang nirsubstansi jadi lebih menggairahkan ketimbang adu visi misi? Apa iya publik membutuhkan itu? Apa iya strategi komunikasi politik macam begini yang dibilang greget?

Jika dua pasang calon presiden  dan wakil presiden tak ingin ditinggal pemilih yang makin kehilangan minat, narasi receh ini mesti dihentikan. Ingat, biaya pesta ini tidak murah. Trilyunan rupiah. Dan mulai dari titik ini nasib bangsa dipertaruhkan. Terlebih dua pasang calon ini sudah pernah bertarung di tahun 2014. Publik tentu lebih punya selera menyimak konsep yang ditawarkan masing-masing calon untuk menjawab beragam tantangan yang membelit bangsa saat ini, juga nanti.

  • Pilpres 2019
  • Pemilu 2019
  • kampanye pilpres 2019

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!