OPINI

Pelajaran dari Meikarta

Aktivitas pembangunan Meikarta pasca kasus korupsi

Gagasan awal ingin mengatasi defisit perumahan di Indonesia berujung banyak PR:  digugat vendor, pembangunan mangkrak, antrian konsumen meminta pengembalian biaya pemesanan, hingga akhirnya tersandung kasus dugaan suap perizinan.

Meikarta jadi buah bibir pada pertengahan Mei 2017 lalu. Hadir dengan konsep kota mandiri, lengkap dengan berbagai fasilitas dan harga terjangkau. Masyarakat berlomba ingin bisa tinggal di ‘kota impian’ itu. Selang dua bulan diluncurkan, ratusan unit terjual bak kacang goreng. Tak aneh, permintaan rumah memang tinggi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bilang, ada lebih 11 juta orang belum punya rumah.

Masalahnya, Meikarta berada di kawasan pertanian. Sejumlah ahli lingkungan meminta kajian khusus guna melihat ancaman Meikarta terhadap stabilitas pangan bagi daerah-daerah sekitarnya. Belakangan banyak yang terkaget-kaget dengan setumpuk masalah perizinan. Proyek belum ada penyesuaian tata ruang, iklan sudah jor-joran - padahal itu mestinya tuntas sebelum dijual.  Walhasil, Meikarta tak lebih dari jualan mimpi.

Soal-soal yang tak diurus serius terbukti membuahkan perkara lebih besar; tersangkut perkara dugaan suap perizinan. KPK  menetapkan sembilan tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta, di Cikarang, Bekasi. Di antaranya, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Para tersangka di jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima uang 7 miliar, bagian dari uang komitmen 13 miliar fase pertama yang dijanjikan pengembang.

Bermanuver potong kompas begitu sungguh tak terpuji, ketika jutaan orang mimpi akan hunian layak. Pelajaran dari Meikarta: pengawasan perizinan harus lebih ketat kepada seluruh pengembang proyek properti. Dan kita konsumen, cukup sudah terbuai janji manis iklan properti.

 

  • Meikarta
  • suap meikarta
  • KPK
  • Billy Sindoro
  • Lippo Group

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!