OPINI

Menertibkan Kartu Seluler 

Ilustrasi: registrasi kartu selular

Mulai 31 Oktober hari ini, setiap pemilik kartu seluler baik kartu lama maupun baru wajib melakukan registrasi. Registrasi ulang berlangsung empat bulan hingga akhir Februari tahun depan.

Registrasi kali ini berbeda dari sebelumnya. Dahulu orang bisa mendaftarkan kartu seluler secara asal-asalan, dengan nama dan alamat sembarangan. Orang bisa punya banyak kartu seluler dengan identitas berbeda. Namun sekarang beda - registrasi kartu seluler terintegrasi dengan nomor identitas tunggal, yaitu nomor induk kependudukan (NIK) atau nomor KTP elektronik yang dicocokkan dengan nomor Kartu Keluarga. Jika ada yang tidak sesuai, maka registrasi ditolak. Kalau tak kunjung mendaftar sampai batas waktu, pemerintah akan memblokir nomor seluler tersebut.

Publik layak mengapresiasi kebijakan ini. Langkah pemerintah itu diharapkan bisa menekan atau mencegah tindakan kriminal seperti penipuan, pemerasan, hingga penyebaran kabar fitnah atau berita hoaks. Namun pemerintah wajib terus memastikan dan meyakinkan publik bahwa data kependudukan yang dicantumkan dalam registrasi itu tidak disalahgunakan oleh pemerintah maupun operator seluler. Apalagi, setelah registrasi ini akan ada pembatasan kepemilikan nomor seluler. Setiap orang dibatasi maksimal memiliki tiga nomor seluler untuk tiap operator, atau 18 nomor jika saat ini ada enam operator. 

Pemerintah tetap harus mewaspadai modus penyalahgunaan identitas palsu untuk registrasi kartu seluler, seperti menggunakan identitas orang meninggal atau orang hilang. 

Pemerintah juga harus menyampaikan informasi yang benar, mengenai mekanisme registrasi yang benar. Jangan sampai beredar informasi yang bisa merugikan konsumen seluler, seperti syarat mencantumkan nama ibu kandung, yang sebelumnya sempat beredar luas. 

  • registrasi seluler
  • Kartu Keluarga
  • ektp
  • nomer seluler

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!