OPINI

Mengancam Kebebasan Pers

Ilustrasi.


Bagaimana seharusnya kerja jurnalistik dilindungi? Gampang saja. Cukup lihat di Undang-undang Pers no 40 tahun 1999. Pesannya jelas: pers mesti dipastikan bisa mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dasarnya pun tak bisa dibantah, kemerdekaan pers adalah bagian dari hak asasi warga negara.

Di Jakarta, kemarin polisi menghalang-halangi, juga mengusir, jurnalis KBR yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya. Katanya, demi stabilitas nasional. Sialnya, yang begitu tak hanya polisi, tapi juga kelompok intoleran. Sejumlah warga yang menolak pembangunan gereja menuding jurnalis sebagai ‘provokator’.

Ini bermula dari surat yang dikeluarkan Walikota Jakarta Selatan pekan lalu, yang menyebut masyarakat menolak peribadatan di GBKP Pasar Minggu. Bangunan yang dipakai memang belum punya IMB rumah ibadat. Izin sudah diajukan sejak lama, tapi yang diperoleh pihak gereja justru IMB rumah kantor. Dan terakhir, Walikota malah meminta jemaat untuk berhenti beribadat sementara.

Dari catatan Aliansi Jurnalis Independen AJI, jenis kekerasan yang paling banyak dilakukan adalah pengusiran atau pelarangan liputan. Sementara pelaku yang paling banyak adalah warga, disusul polisi. Ini persis seperti yang terjadi kemarin: polisi mengusir, warga mengintimidasi. Kerja jurnalistik, yang dilindungi undang-undang, justru tidak dilindungi oleh aparat negara seperti polisi, juga oleh warga.

Ini adalah sebuah pelanggaran nyata terhadap Undang-undang Pers. Betapa warga, juga aparat negara, tak paham betul bagaimana seharusnya pers bekerja. Pers bekerja untuk kepentingan publik – semestinya diberi akses seluas-luasnya untuk melaporkan. Bukannya dituduh provokator, lantas diusir. Kami sungguh mengecam pembatasan seperti itu terhadap jurnalis.  

  • kebebasan pers
  • undang-undang pers
  • GBKP Pasar Minggu
  • pelarangan pendirian gereja

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!