OPINI

Dirgahayu TNI Profesional

Ilustrasi. (Antara)


Hari ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berumur 71 tahun. Jauh-jauh hari Panglima TNI Gatot Nurmantyo memastikan tak ada peringatan besar-besar dengan parade persenjataan utama. Selain karena tak ada persenjataan baru, Panglima menyebut pelaksanaan bakal dilakukan dengan sederhana namun khidmat.

Sejarah TNI bermula saat pemerintahan Sukarno yang baru menyatakan kemerdekaan, mengeluarkan maklumat pada 5 Oktober 1945. Maklumat pembentukan Tentara Keamanan Rakyat  (TKR) yang berasal dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) itulah cikal bakal TNI. Dua tahun kemudian barulah Sukarno mengesahkan pembentukan TNI.

Politik pemerintahan mempengaruhi nama organisasi para serdadu itu. Nama TNI sempat berubah menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), kemudian berubah lagi menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), lalu menyatu dengan kepolisian menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).  

Reformasi 98 mengembalikan nama itu kembali menjadi TNI dengan harapan menjadikan mereka sebagai prajurit profesional dengan kembali ke barak. Sayangnya tak selalu harapan itu sesuai di lapangan. Jelang peringatan HUT TNI, beberapa hari lalu tentara yang diharapkan profesional itu malah memukuli wartawan.

Peristiwa bermula saat wartawan TV swasta itu tengah meliput kecelakaan lalu lintas  di Madiun yang melibatkan rombongan kelompok silat. Ketika itu datang anggota TNI yang lantas memukuli rombongan silat. Belakangan wartawan yang tengah memvideokan peristiwa itu jadi sasaran. Selain dipukul kartu memori berisi rekaman liputan itu dirusak oleh prajurit beringas.

Peristiwa di Madiun itu bukan kali pertama. Tahun ini sejumlah aksi kekerasan masih dilakukan anggota TNI. Korbannya tak hanya wartawan tapi juga warga. Perbuatan anggota TNI itu sepatutnya mendapat sanksi keras. Di usia organisasi yang sudah matang semestinya tindak main kekerasan itu tak dibiarkan terjadi lagi. Demi hadirnya serdadu TNI profesional yang membanggakan bangsa. 

  • hut tni
  • kekerasan terhadap jurnalis
  • tni profesional
  • Tentara Nasional Indonesia
  • reformasi 98

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!