OPINI

Kekerasan Seksual

Ilustrasi: Kekerasan seksual

Setelah sempat tertunda lantaran pro-kontra, Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)  kembali bertemu untuk melanjutkan pembahasan.  Sayangnya, setelah masuk dalam program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas sejak 2016, pembahasan aturan yang diusung menjadi payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual itu tidak melangkah lebih maju. Sebaliknya, justru menuai kritik dan kekecewaan.

Sidang perdana Senin (26/8/2019) lalu hanya dihadiri oleh tiga orang saja anggota Panja, dari yang semestinya 26. Itu pun hanya 2 dari 12 fraksi, yakni PKB dan PKS. Padahal untuk mengambil keputusan setidaknya rapat harus dihadiri 7 dari 12 fraksi.

Selain masalah absen, pertemuan yang dilakukan tertutup juga menuai kecaman kelompok masyarakat sipil.  Jelas sikap anggota dewan yang demikian bukan saja abai pada hak warga, tapi juga melanggar peraturan tentang tata cara pembentukan perundang-undangan yang seharusnya melibatkan partisipasi publik.  Hal sama terjadi pada forum diskusi (FGD) yang digelar Panja keesokan harinya.

Demi ratusan ribu kasus kekerasan seksual  yang telah terjadi dan terus meningkat angkanya setiap tahun, kita mendesak DPR kali ini tidak main-main. Hanya tersisa sedikit waktu saja sebelum masa kerja DPR 2014-2019 segera berakhir 30 September mendatang.  Kita menagih keseriusan parlemen untuk menyelesaikan utang legislasi yang merupakan usul inisiatifnya sendiri. Dan sungguh bukan langkah bijak menghalangi akses masyarakat sipil, khususnya perempuan yang berkepentingan langsung dengan RUU ini. 

  • RUU PKS
  • DPR RI
  • kekerasan seksual

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!