EDITORIAL

Menjaga Sikap Kritis Kita

"Mendukung dengan kritis dan pikiran yang menyala terang adalah sikap yang dibutuhkan pemerintah sekarang untuk membawa Indonesia ke level selanjutnya."

KBR

Menjaga Sikap Kritis Kita
televisi, aji, remote televisi, kode etik jurnalisme, suardi tasrif

Mungkin belum banyak yang tahu kalau 24 Agustus kemarin adalah Hari Televisi Nasional. Mungkin lebih tepat disebut sebagai hari lahirnya TVRI, juga SCTV dan RCTI, tapi baiklah kita peringati dulu kemarin sebagai Hari Televisi Nasional.

Di saat yang sama, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia baru saja mentahbiskan 5 stasiun televisi sebagai musuh kebebasan pers. Mereka adalah TVOne, Metro TV, RCTI, Global TV dan MNC TV. Alasannya, kelima televisi itu dimiliki oleh politisi sekaligus pengusaha yang bersifat partisan. Akibatnya, informasi yang mereka sajikan dianggap bias, terutama terkait Pemilu Presiden.

Pesan utama yang dibawa AJI adalah bahwa televisi memakai frekuensi publik. TV berbeda dengan koran atau majalah misalnya, yang menggunakan sumber daya pribadi untuk menghasilkan produknya. Konsumen mesti membeli koran atau majalah tersebut untuk bisa menyelami gagasan yang disampaikan si media.
Berbeda dengan televisi. Karena TV hadir di frekuensi publik, dia datang tanpa permisi. Informasi bisa masuk silih berganti tanpa filter, termasuk informasi yang bias sekalipun, dan mempengaruhi isi kepala konsumen.

AJI menyebut kelima stasiun televisi ini sebagai ‘pembajak’ frekuensi publik. Yang terbajak pun tidak hanya frekuensi, tapi juga jurnalis yang bekerja di sana. Diakui atau tidak, setiap media punya ideologinya masing-masing dan itu dimainkan sehari-hari. Penonton bisa jadi tak sadar karena menganggap semua media pastilah netral. Saat AJI mentahbiskan lima stasiun televisi sebagai musuh bersama, maka ada Remotivi yang mendapat ganjaran hadiah Tasrif Award. Nama Tasrif diambil dari Suardi Tasrif, Bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia. Tasrif dikenal pantang menyerah dalam memperjuangkan kemerdekaan pers. Semangat itu pula yang diusung oleh Remotivi dengan jargon ‘Hidupkan Televisimu, Hidupkan Pikiranmu’. (Baca: Hari Televisi Nasional, Remotivi Sebut Penyiaran Masih Terpusat)

Dari keduanya kita bisa menarik kesimpulan bahwa kendali ada di tangan kita sebagai konsumen. Karena itulah ada remote televisi. Karena itulah kita diberi otak oleh Tuhan. Karena itulah kita harus berpikir dan bersikap kritis.

Dan sikap seperti ini mesti terus dijaga saat menonton televisi yang masuk ke ruang publik tanpa permisi. Sikap ini juga yang mesti dijaga terus dalam menonton televisi, pasca Pilpres. Kekritisan perlu dijaga ketika kita, rakyat Indonesia, mengawal pemerintahan baru bersama Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Mendukung dengan kritis dan pikiran yang menyala terang adalah sikap yang dibutuhkan pemerintah sekarang untuk membawa Indonesia ke level selanjutnya.

  • televisi
  • aji
  • remote televisi
  • kode etik jurnalisme
  • suardi tasrif

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!