OPINI

Mencemaskan Generasi Emas

Ilustrasi: Balita Stunting

Sekitar setahun lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat untuk menyusun Rencana Aksi Menangani Masalah Stunting. Per November 2017, Kementerian Kesehatan lantas meluncurkan kampanye “Isi Piringku” sebagai pedoman porsi makan sehari-hari — 1/2 piring buah dan sayur, 1/2 piring karbohidrat dan protein. Kampanye yang diharapkan menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” ini sayangnya tak begitu menggema. 

Tahun ini, Bank Dunia memberikan pinjaman Rp 5,7 triliun bagi Indonesia untuk atasi stunting. Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim pun menyebut Indonesia sebagai percontohan. Stunting memang persoalan kronis yang menggerogoti negeri ini. Bayangkan, 1 dari 3 balita di Indonesia menderita stunting, ada 14 provinsi yang prevalensi stunting-nya melebihi angka nasional. Stunting adalah kurang gizi kronis, mengakibatkan tubuh yang kerdil dan pertumbuhan otak yang kerdil pula. Kalau dibiarkan terus, mau jadi apa masa depan bangsa ini? 

Tahun 2045 semestinya Indonesia merayakan apa yang disebut sebagai Generasi Emas dengan ‘modal’ berupa bonus demografi - di mana 70% penduduk Indonesia berada dalam usia produktif. Tapi jika generasi yang kita harap-harapkan itu sudah divonis stunting, maka bonus itu bakal sia-sia. Karenanya strategi mesti disusun masak-masak. Salah satunya dengan memastikan pengeluaran setiap rumah tangga difokuskan bagi perkembangan tubuh dan otak generasi mendatang secara maksimal. Tanpa itu, kita tak akan punya ‘generasi emas’ tapi justru cemas dengan generasi mendatang. 

  • stunting
  • angka balita stunting
  • generasi emas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!